Kefamenanu, KeuskupanAtambua.org – Beberapa waktu lalu Saya ada di Rumah Sakit Umum Kefamenanu. Melintas dari lorong ke lorong. Sempat masuk dari beberapa ruangan ke beberapa ruangan. Mendoakan beberapa pasien sembari menyaksikan betapa mereka rindu akan pemulihan.
Di sana-sini gerak langkah tenaga medis; tenaga kesehatan cekatan gencarnya. Pakaian mereka warna-warni. Rupanya karena itu, maka menohok rasa bahwa keindahan itu adanya memang dari perbedaan warna yang berhasil di tenun.
Kedengaran selalu bunyi sepatu pada lantai bersahut-sahutan, pertanda gerak jitu menangani pasien. Filosofi mereka bernas; senyum, ramah dan tanggap selalu. Benar! Mereka semuanya pada senyum ketika berjumpa. Ramah membuat nyaman. Tanggap membuat candu…he….he…
Saya berkesempatan mendokan satu pasien di ruang ICU. Lalu ke ruang sebelah mendoakan pasien infeksi jantung. Melintas dari lorong ke lorong, menyaksikan para penjaga pasien duduk termenung ibarat melontar doa-doa harap sembuh.
Sambil menarik diri dari situasi aktivitas, Saya menyaksikan seorang ibu, yang dengan polos di atas kursi roda sembari senyum dan menyapa beberapa orang yang lewat. Sungguh, pada tempat ini, tergantung doa dan harapan banyak orang.
Sambil lirik ke kiri dan ke kanan, Saya menyaksikan betapa indahnya tata ruang. Apik dan becok dari lorong ke lorong; ruangan ke ruangan dan gedung ke gedung.
Sambil menepi di ruang tunggu dokter, senyum sapa mengawali sebagai kedalaman rasa melayani. Saya di sana untuk tensi darah, plus check darah lengkap dan rekam jantung. Normal kata petugas, pula kata dokter. Dokter Puji namanya. Sangat bersahabat sapa dan ramahnya. Etiketnya melayani, bernas. Saya menepi lagi ke ruang laboratorium. Di sana bertema Dokter Ina. Eh, lagi- lagi, ramahnya bernas. Luar biasa. Saya menemukan cinta dalam karya pelayanan di tempat ini.
Tunggu sebentar ya…….katanya. Dengan ramah, kudayung sambut, karena memang, menunggu, ada hikmahnya. Hikmahnya ialah darinya terdapat ruang bagi adanya kesabaran. Sabar itu subur. Sebagaimana mereka bersabar, sedemikian itulah kesabaran yang samalah yang harus terekspresi; biarlah supaya berpapas-papasan dalam medan nilai.
Dari beberapa pengalaman di atas, berhasil ditenun poin-poin emas.
Yang pertama ; Cinta
Cinta adalah dasar dan sekaligus merupakan puncak pelayanan. Cinta mampu menggerakkan orang berkorban tanpa tanya dan tanpa hitung-hitungan.
Cinta memiliki kedalaman. Kedalamannya ialah rasa empati. Cinta memiliki luasnya. Luasnya ialah solidaritas. Cinta memiliki puncaknya. Puncaknya ialah pelayanan. Cinta memiliki eksennya. Eksennya ialah kesetiaan.
Yang kedua ; Ketulusan
Melayani dengan tulus tidak hanya mendatangkan kesembuhan bagi pasien tetapi juga menjadikan pelayan dan pelayanan bernilai di mata para pasien.
Ketulusan sesungguhnya tak bernilai ekonomis. Lebih baik satu perbuatan tetapi sejuta ketulusan daripada sejuta perbuatan tetapi tak satupun ketulusan.
Yang ketiga ; Kesabaran
Sabar itu subur. Bagi orang-orang yang bersabar, kepada mereka harapan berkenan. Kesabaran merupakan kunci bagi kuatnya harapan. Kesabaran tanpa harapan mudah terjerat dalam rasa jenuh. Harapan tanpa sabar akan melahirkan budaya instan.
Yang keempat ; Pengorbanan
Pengorbanan mengingatkan kita akan pentingnya nilai kesetaraan bahwasannya, kita perlu mengekang segala keinginan kita demi melayani orang yang lain. Sebagaimana mereka semartabat, sedemikian itu, martabat menuntut eksennya dengan cara dan pendekatan yang bernas.
Yang kelima ; Totalitas
Totalitas berarti seutuhnya. Jiwa dan raga dipersembahkan sebagai wujud tertinggi demi menenun kualitas pelayanan. Totalitas, pertama-tama bukan soal kuantitas atau tidak bercorak kuantitatif. Totalitas adalah tanda bahwa jaminan bagi kualitas ialah komitmen dan tanggung jawab. Tidak akan ada totalitas dalam melayani apabila tidak ada komitmen. Komitmen melahirkan tanggung jawab. Tanggung jawab ialah buah yang matang dari kebebasan.
RD. Yudel Neno
RSUD Kefamenanu, Sabtu, 2 Maret 2023 saat check up di RSUD Kefamenanu