KeuskupanAtambua.org – Sama seperti Bunda Maria, yang secara manusiawi tak pernah tahu sebelumnya bahwa ia akan dipilih untuk melahirkan Putera Allah, demikianlah, Allah masih tetap merawat misteriNya sampai saat ini dan sampai dengan kekal, bahwa pada mulanya Allah memang selalu berkenan kepada setiap kesederhanaan .
Suatu sukacita bernas bahwa Dosen Pendidik Filsafat dan Teologi Fakultas Filsafat Unwira Kupang sekaligus Pembina Seminari Tinggi Santo Mikhael Penfui Kupang, terpilih menjadi Uskup Agung Keuskupan Agung Kupang.
Pengumuman resmi diumumkan oleh Uskup Petrus Turang di Gereja Paroki Santa Maria Assumpta Keuskupan Agung Kupang, Sabtu, 9 Maret 2024. Sambutan sukacita terekspresi melalui tepuk tangan dan pekikan suara melengking, pasca diumumkannya Uskup Agung terpilih. Dialah Mgr. Hironimus Pakaenoni, Pr; Sosok rendah hati, yang biasanya tak banyak bicara.
Berkisah tentang Mgr. Roni (Uskup Terpilih), memang tak habis-habisnya. Memang, karya Roh Kudus sungguh diluar prediksi manusia. Manusia boleh merencanakan tetapi Tuhanlah yang menentukan (bdk. Amsal 16:1,9). Tuhan memang murah hati dalam mencurahkan belas kasih-Nya, tetapi Tuhan tak pernah murahan dalam menjatuhkan keputusanNya demi keselamatan umat manusia.
Allah menjatuhkan pilihanNya dan seringkali manusia tak mampu menyelaminya. Itulah sebabnya, dari antara pesona gadis Yahudi, Bunda Maria ; Sang Theotokos merupakan pilihanNya.
Pada prinsipnya, kesederhanaan merupakan daya mengalir yang datang dari Allah dan terjadi oleh Pihak Allah. Sedemikian itulah adanya, kesederhanaan lebih dalam menyampaikan maksud daripada kekuatan eksternal kata menyampaikan maksud.
Sungguh, prinsip kegembalaan selalu mengalir menurut cara Tuhan berkehendak, kepada siapa pun Dia berkehendak. Itulah sebabnya, karya penciptaan terjadi tanpa tanya, bukan karena Dia tidak mau mendengarkan, tetapi sejujurnya, kesediaan manusia untuk memberi jawaban, pendengarannya setipis kulit bawang untuk menemukan inisiatif Allah.
Tulisan ini merupakan kelonggaran selekas merefleksikan bahwa yang indah akan lebih indah jika direfleksikan. Sama seperti letak poin Filsuf Socrates bahwa hidup yang tidak direfleksikan, tidak layak untuk dihidupi.
Pengalaman Tahun 2013-2014
Memang benar, bahwa letak kekuatan pengalaman ada pada daya dobraknya menginspirasi apa adanya tanpa pertama-tama membutuhkan teori untuk menghakimi obyektivitasnya.
Ada pengalaman menarik pada tahun 2013-2014. Saat itu, Fakultas Filsafat sedang dalam persiapan akreditasi. Kami bersama-sama bekerja; mempersiapkan tata ruang waktu itu. Sebagai Wakil Ketua Senat pada saat itu, sifat partisipasinya ialah ex officio (otomatis ikut karena jabatan yang diemban).
Kami bekerja bersama-sama. Mulai tata ruangan, cat tembok, tata halaman dan penataan bunga. Menariknya adalah Rm. Roni (Dekan Filsafat saat itu), bersama dengan Wakil Dekan; Rm. John Subani dan Ketua Prodi; Rm. Theo Silab, selalu ada bersama dengan kami. Kami bersukacita dalam kerja karena kehadiran mereka sebagai pemimpin sungguh menginspirasi. Teladan seperti itu menjadi pedoman pembelajaran, yang menurut Prinsip Kemuridan Injil Yohanes (kata Rm. Valens Boy) bahwa Guru (Gembala) berjalan di depan dan murid-murid mengikuti dari belakang (Yoh. 10:4).
Tidak terasa, pengalaman seperti itu, daya edukasinya tak lekang oleh waktu. Ternyata, pengalaman seperti itu berhasil menjadi guru terbaik dalam karya pelayanan pastoral sampai saat ini.
Pengalaman 2014-2015
Beranjak menuju tahun berikutnya, atas kepercayaan para Mahasiswa, Saya terpilih menjadi Ketua Senat Fakultas Filsafat Unwira Kupang, periode 2014-2015. Saat itu, rasanya tak mampu. Namun, jujur; Dekan saat itu (Rm. Roni) ketika dijumpai; satu kalimat diucapkannya; ini merupakan kesempatan untuk belajar, maka belajarlah dengan baik. Hal yang samapun dikatakan Wakil Dekan; Rm. John Subani.
Sekian banyak kegiatan yang terkalender dilaksanakan. Dari antara banyak kegiatan saat itu, ada satu kegiatan yang takkan dilupakan. Saat itu kami (Pengurus Senat), dalam restu Dekan dan Wakil Dekan, kami selenggarakan kegiatan KKBM Fakultas Filsafat Unwira Kupang. Alhasil, kegiatan itu terlaksana di Kecamatan Io Kufeu, Kabupaten Malaka tahun 2015.
Kami mengalami peristiwa kecelakaan pasca kegiatan dalam perjalanan dari arah Malaka menuju Kupang. Salah satu mobil yang kami gunakan, terbalik di Fatumetan, Kabupaten TTS. Pada saat itu, yang menjabat sebagai Ketua Panitia adalah Saudara Frans Taena. Sejujurnya, peristiwa celaka itu memantik rasa berkecamuk. Gelisah bercampur takut; Bagaimana ini jadinya. Bagaimana harus bertanggung jawab, karena kecelakaan itu mengakibatkan meninggalnya kondektur bus.
Dalam kondisi tidak nyaman, HP Saya berbunyiโฆ ternyata dari Rm. Dekan (Rm. Roni). Situasi rasa saat itu, Saya sampaikan secara terus terang. Saya masih ingat bertahanโฆRm. Roni mengatakan; Saya sementara sakit saat iniโฆseandainya Saya tidak sakit, pasti Saya akan pergi ke situ, saat ini juga. Luar biasa. Pernyataan itu sangat menguatkan kami saat itu. Seusai itu, datang lagi telpon dari Rm. Praeses Seminari Tinggi Santo Mikhael Penfui Kupang saat itu ( Rm. Herman Punda Panda). Berikutnya datang lagi telpon dari Wakil Dekan (Rm. John Subani). Akhirnya, kami tidak merasa sendiri berkat daya dukung yang terjadi saat itu.
Pengalaman Berkunjung ke Rumah Sakit Belo
Pasca ditahbiskan menjadi Diakon, Saya bersama beberapa teman harus melakukan kontrol kesehatan di Rumah Sakit Karolus Belo. Dalam satu kesempatan, saat datang kontrol, saya mengunjungi Rm. Roni. Beliau sakit saat itu. Kami bercerita di sana. Santai situasinya karena at home daya tanggapnya. Luar biasa. Pengalaman itu memang singkat tetapi telah menjadi catatan sejarah.
Ketika Hela Napas pasca Pengumuman
Pasca diumumkan secara resmi, Mgr. Hironimus Pakaenoni, Pr tampil ke depan mengenakan pakaian uskup berwarna Merah Muda. Di atas kursi itu, Mgr. Roni beberapa kali menghela napas dalam dan melepasnya dengan gaya khas. Luar biasa!!! Suatu tanda bahwa tugas yang akan dijalankannya bukanlah tugas yang mudah. Barangkali Mgr. Roni sementara bertanya-tanya saat itu; kenapa harus Saya. Berada dalam usia imamat 27 tahun ini, masihkah produktif melayani Umat Keuskupan Agung Kupang dengan medan yang sangat luas dan kompleks. Sungguh manusia boleh merencanakan tetapi Tuhanlah yang menentukan.
Kualitas Personal yang Dimiliki
Diam
Sungguh, alangkah baik dan indahnya apabila saudara-saudara diam bersama dengan rukun (Mazmur 133:1). Dalam diam, ternyata kerendahan hati lebih tampak bersinar. Diam memiliki dimensi positif. Dimensi itu adalah kerelaan untuk mendengarkan sambil merefleksikan bahwa hal yang baik itu tak selamanya datang dari banyak bicara. Lebih baik sekata terucap mengandung sejumlah kedamaian daripada sejuta kata tetapi tak satupun kedamaian didalamnya.
Paus Yohanes ke-XXIII pernah mengatakan ; jika kedamaian menguasai hati anda, yang lainnya hanyalah merupakan konsekuensinya. Kiranya apa yang disampaikan Bapa Suci ini merupakan sumber inspirasi bahwa kedalaman nurani, hakekatnya adalah tak murahan dalam berbicara. Ia hanya berbicara jika perilaku tidak sejalan dengan bisikannya.
Mgr. Roni memang sosok yang lebih banyak diam. Suaranya kecil ketika berbicara dan ketika mengajar. Justru karena suaranya kecil maka tuntutannya ialah kesibukan dihentikan dan diperlukan konsentrasi untuk mendengarkan pengajaran, karena yang dibicarakan selalu merupakan inti pengajaran.
Rendah Hati
Mgr. Roni, sosok yang rendah hati. Ia biasanya tidak banyak menyanggah terhadap setiap pernyataan yang disampaikan. Siapapun yang berbicara, pasti didengarkan dengan baik, disertai senyuman khasnya. Pasca maksud tersampaikan, pasti segera dijawabnya;โฆ..baikโฆ..nanti diperhatikan secara baik supaya beginiโฆ.supaya begitu. Analisis berlaku tajam di sana dan selalu disampaikannya dengan kata-kata sederhana disertai senyuman khas dan gaya tatap santai.
Enjoy
Mgr. Roni, karkaternya enjoy. Caranya menerima siapa saja yang datang, sangat ramah dan bersahabat. Diajak bercerita pun, gaya santainya. Sikap sindir tak ada padanya. Kalau nampak sikap kritisnya, disampaikannya dengan cara yang santun. Pokoknya asyik dan kuat dimensi edukasinya.
Kualitas Kognitif
Suaranya kecil ketika mengajar. Namun apa yang disampaikannya selalu merupakan inti. Tulisan Beliau, kalau dibaca, sangat dalam refleksinya. Kata-katanya sederhana. Mencernanya, sangat mudah. Apalagi kalau merefleksikan tentang Teologi Ekaristi, Beliau memang jagonya. Itulah gambaran kognitif Mgr. Roni.
Kualitas Konatif
Mgr. Roni sangat menjunjung tinggi kebebasan berekspresi dan kebebasan berpendapat. Meskipun pembawaannya diam tetapi jika diajak berdiskusi, gayanya sangat santai dan responsnya jitu. Tentu saja, sikap seperti itu tidak lain dan tidak bukan, bersumber dari kematangan kehendak bebas untuk merespon siapa pun ketika berpapasan wajah maupun berpapas ide dalam diskusi.
Kualitas Afeksi
Santai sikapnya dan enjoy responnya. Kita tidak kaku mendekati Mgr. Siapapun yang datang dan berdiri di sampingnya ataupun berhadapan dengannya, pasti merasa nyaman dan santai. Sungguh kualitas perasaannya membentuk situasi demikian. Itulah kualitas afeksional.
Kualitas Merespon
Respon Mgr. santai biasanya. Tak ada ekspresi marah pada mimik wajahnya dan pada gestikulasi tubuhnya. Pokoknya santai. Padanya tak ada rasa super. Apalagi mengabaikan dan merendahkan yang lain. Dan inilah, sesungguhnya harapan kualitas dari Seorang Gembala Agung.
Tidak Emosional
Apapun kekeliruan dan kesalahan yang kita lakukan, selaluย santai ditanggapinya. Sikap santai dan tidak emosional saat merespon, nyatanya menciptakan rasa segan dari para Frater binaan. Maka tidak heran, kalau banyak Frater merasa asyik, kalau bercerita bersama Mgr. Roni.ย
Teliti Administrasi
Pengalaman sebagai Wakil Ketua Senat dan kemudian Ketua Senat bersama Sekretaris Senat saat itu (Rm. Yosni Keraf) memberi pelajaran bahwa Rm. Roni merupakan Sosok yang sangat teliti terhadap substansi dan formulasi kalimat surat. Yang paling banyak mengalami saat itu ialahย Rm. Yosni Keraf, ketika surat keluar ingin ditandatangani. Jika tidak sesuai, pasti harus segera diubah.
Refleksi Pamungkas ; Dari Kursi Kosong itu, tampak nyata Spiritualitas Kenosis
Saya mendapatkan kiriman dua gambar dari Mgr. Roni. Dari dua gambar itu, ada satu gambar yang menarik. Gambar itu menarik menurut Saya, karena Mgr. Roni lebih memilih untuk berdiri di samping kursi itu, dan tidak mendudukinya. Sebagai wujud interpretasi atas gambar itu, Saya menulisnya secara singkat seperti ini :
Etiket Teologis Perspektif Gambar : Karena yang bertakhta adalah Kristus, maka kerelaan akan kosong (kursi itu) merupakan pengakuan iman terhadap kenosis dan penegasan bahwa; mewartakan Kristus memerlukan keberanian untuk tidak melihatNyaโฆdaripada kemudahan untuk memberi kesaksian palsu.
(Tulisan ini dipublikasikan, pasca mendapatkan restu dari Mgr. Roni)
Penulis : RD. Yudel Neno (Imam Keuskupan Atambua). Saat ini bertugas di Paroki Santa Filomena Mena.