Kami menepi di keramaian simpang lima Atambua. Di bawah remang-remang lampu cafe sambil meneguk esperesso dan kopi a lla cafe Kembar, tatkala lantunan karaoke lagu ambon melingkar manis pada kedua kuping, ide-ide sederhana dengan kekuatan mendobrak berhasil ditenun.
Tenunan itu multiperspektif. Penenun jitu lahir juga dari sudut pandang kultur. Ada Rm. Sixtus Bere, Rm. Ady Ampolo, Saudara Engel Seran dan RD. Yudel Neno.
Menunun narasi tidak boleh menyampaikan kedalaman pesan. Gagasannya adalah jiwa inti bagi tenunan narasi yang indah.
Cakap-cakap di bawah remang lampu ini bermula dari kreativitas yang bersumber dari kekuatan jejaring.
Rm. Sixtus mengatakan, untuk menemukan kualitas sangat diperlukan jaringan. Jaringan ini ditenun dalam narasi dengan semangat gagasan yang mendukung. Meletakkan kekuatan gagasan dalam kerangka kreativitas, Rm. Ady Ampolo, mengemuka melalui konsep dan eksen tentang komunitas pemberdayaan kaum muda.
Cakap-cakap ini, rasa-rasanya tak memiliki titik simpul. Rm. Sixtus bilang, biar begitu supaya pembaca diberi tugas untuk berpikir keras….he he he.
Cakap-cakap itu tak lupa cita rasa. Awalnya segelas kopi. Lama-lama bertumpu pada bakso. Sambil menarik sebatang rokok, Saudara Engel Seran terus menarik dalam nilai rasa kata. Ada inovasi di sana. Bisa di mana saja. Ada sharing dari Bro Engel tentang pengalaman seorang temannya yang pernah memenangkan hadiah. Konon bernilai miliaran hanya dengan meneteskan cairan kantong plastik merah yang dibakar pada nyala lilin. Kok bisa? Didalamnya mahalnya kekuatan narasi dan gagasan. Ternyata hal-hal besar itu lahir dari kenyataan. Bisa juga hal yang sepele saja. Idenya bisa sangat mahal.
Ternyata simpang lima menanam banyak ide yang perlu digali dengan filosofi memaku diri pada kursi. Pada tapak-tapak, terpercik kesetiaan. Pada bentangan meja, tertanam siku-siku ideal.
Oleh RD. Yudel Neno