Pentingnya Solidaritas Dalam Hidup Komunitas, OPINI, RD. Yudel Neno – Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefenisikan solidaritas sebagai berikut : sifat (perasaan) solider; sifat satu rasa (senasib); perasaan setia kawan. Ada juga istilah solider yang berarti bersifat mempunyai atau memperlihatkan perasaan bersatu (senasib, sehina, semalu ; (rasa) setia kawan.
Baca Juga : apakah-prinsip-prinsip-dasar-yang-diajarkan-dalam-ajaran-sosial-gereja
Solidaritas Dalam Ajaran Sosial Gereja
Dalam Ajaran Sosial Gereja, solidaritas diistilahkan oleh para Paus secara berbeda-beda. Paus Leo XIII menyebutnya dengan istilah Persahabatan. Paus Pius IX menyebutnya dengan istilah Cinta Kasih Sosial dan Paus Paulus VI menyebutnya dengan istilah Peradaban Cinta Kasih. Sebutan-sebutan ini menunjuk tegas dan jelas pada suatu tuntutan yang muncul secara langsung dari persaudaraan manusia.[1]
Persaudaraan umat manusia merupakan satu kesatuan karena asal yang sama. Karena Allah “menjadikan dari satu orang saja semua bangsa dan umat manusia” (Kis, 17:26).[2] Karena itu, antara semua makhluk hidup terdapat suatu solidaritas, karena semua mereka mempunyai Pencipta yang sama, dan semua mereka diarahkan kepada kemuliaanNya.[3] Hukum solidaritas menegaskan bagi kita, bahwa kendati keanekaragaman pribadi; kebudayaan dan bangsa, semua manusia adalah benar-benar saudara dan saudari.[4]
Baca Juga : Refleksi Kritis Dibalik Perilaku Membunuh dan Bunuh Diri
Komunitas
Kamus Besar Bahasa Iindonesia mendefenisikan komunitas sebagai satu kesatuan yang terdiri dari individu-individu.
Komunitas berarti partisipasi aktif yang digerakkan oleh suatu kesadaran mendalam untuk ada bersama dan terlibat bersama. Solidaritas berarti bertolak dari ko-eksistensi menuju pro-eksistensi; dari ada bersama menuju aktif bersama. Bahwa sebuah kebersamaan menjadi sangat bermakna secara sesungguhnya karena kita ada bersama dan terlibat bersama untuk saling merasakan dan saling mengalami satu sama lain.
Solidaritas dalam komunitas menunjuk dan sekaligus mengacu pada nilai dan norma yang menuntut partisipasi aktif baik secara moril maupun material, yang dapat berpuncak pada perhatian dan pelayanan dengan semangat dasarnya ialah cinta kasih. Pemahaman solidaritas komunitas ini membawa kita tiba pada solidaritas trinitaris, di mana kasih merupakan dasar relasi terdalam antara Bapa, Putera dan Roh Kudus.
Baca Juga : Puisi-Puisi Jalan Salib
Mewujudkan Solidaritas Manusia
Komunitas dalam terang iman diasalkan makna terdalamnya dari communio-ekaristi. Karena itu, solidaritas dalam komunitas nampak melalui kenyataan bahwa kita semua disatu-komunitaskan melalui satu iman dan satu tujuan. Berkat kesatuan ini pula, kesadaran digerakkan oleh iman untuk mempersembahkan hidup, sikap dan karya kita demi kebaikan bersama pada setiap komunitas.
Pada tempat pertama, solidaritas nyata di dalam pembagian barang-barang dan di dalam pembayaran upah kerja. Solidaritas mengandaikan usaha menuju satu tata sosial yang lebih adil, dimana ketegangan-ketegangan dapat disingkirkan dengan lebih baik dan pertentangan-pertentangan dapat diselesaikan dengan lebih mudah melalui jalan perundingan. Dalam arti ini, solidaritas berwujud saling memaafkan dan saling memahami. Keutamaan solidaritas juga mempraktekkan saling berbagi hal-hal spiritual sehingga penghayatan iman dan perbuatan menjadi hidup.[5]
Baca Juga : Mengenal Sakramen Tobat sebagai Sakramen Penyembuhan
Solidaritas Dalam Kisah Penciptaan
Kisah penciptaan manusia memperlihatkan dimensi persaudaraan sebagai nilai yang sangat penting. “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia (Kej. 2:18)”. Ungkapan ini menandaskan bahwa pada mulanya Allah menciptakan manusia, Ia pun telah mengaruniakan kebersamaan sebagai syarat hidup manusia. Kebersamaan ini pun menunjuk pada dua nilai yakni menjadi penolong dan sepadan. Inilah sekiranya makna bahwa yang namanya kebersamaan, sikap saling menolong bukanlah tambahan melainkan prasyarat bagi kebersamaan. Supaya sikap saling menolong ini lebih kondusif dan konstruktif maka berlaku prinsip bahwa kita semua, baik yang menolong maupun yang ditolong, oleh rahmat penciptaan, kita adalah sepadan. Dengan demikian, sikap tolong-menolong dilihat sebagai aktivitas antar subyek ciptaan bukan subyek-obyek.
Pemahaman ini hanyalah mungkin kalau dalam terang iman, kita menghayati nilai kesatuan bahwa kita semua yang hidup dalam komunitas berasal dari Pencipta yang sama dan bermuara pula pada Pencipta yang sama.
Solidaritas dalam penciptaan mengajak kita untuk menciptakan situasi kondusif dalam hidup komunitas dengan menghembuskan nafas-nafas rohani ibarat Allah menghembuskan nafas kehidupanNya ketika manusia diciptakan; dengan membentuk kebersamaan dan keteraturan ibarat Allah membentuk manusia dari debu tanah; dan dengan saling menghargai ibarat Allah menyapa manusia amat baik adanya seusai menciptakan manusia.
Baca Juga : Mengurai Makna di Balik 7 Perkataan Salib dan 5 Luka Salib
Solidaritas Dalam Pengetahuan
Setiap kita dikaruniakan kemampuan berbeda-beda. Prestasi pun berbeda menurut kemampuan tiap orang. Walau demikian, pengetahuan tidak mutlak menjadi milik seseorang. Pengetahuan hanya dapat dimiliki melalui ketekunan untuk berpikir, membaca, menulis dan berbagai aktivitas akademik lainnya. Pengetahuan pun berdimensi sosial. Upaya untuk mengetahui sesuatu tak pernah terlepas dari keterlibatan yang lain. Mustahil, kalau seseorang mengatakan bahwa ia profesional dalam suatu bidang ilmu atau semua bidang ilmu serentak tidak membutuhkan yang lain.
Dalam arti di atas, solidaritas berarti semangat berbagi pengetahuan kepada mereka yang membutuhkan, mereka yang berkekurangan dengan digerakkan oleh cinta kasih demi menciptakan komunitas menjadi komunitas beriman serentak berintelektual.
Solidaritas membutuhkan sikap kritis, demi menghindari sikap saling memanfaatkan. Solidaritas justru saling membantu, bukan saling memanfaatkan. Praktek solidaritas bakal kehilangan artinya jika, keberlangsungannya tidak menampakkan unsur pro-aktif setiap anggota.
Baca Juga : Maria Bunda Kecharitomene
Solidaritas Dalam Karya
Hidup komunitas kaya aneka. Segala karya menandakan tugas, minat dan bakat. Solidaritas dalam karya menuntut kerendahan hati dan sikap terbuka. Rendah hati dan sikap terbuka menjadi penting, mengingat karya-karya dalam komunitas hanya dapat berjalan jika, ada perpaduan karya uang digerakkan oleh satu kerja (kerja otak, kerja hati, kerja fisik dan kerja iman).
Solidaritas Dalam Pengalaman
Ratusan pasang mata manusia menunjuk pada kayanya pengalaman hidup. Apa yang dilihat, dirasakan, dialami dan didengar selalu mewarnai kehidupan manusia. Inilah kekayaan komunitas bahwa sesungguhnya banyak pengalaman dapat diakses melalui relasi yang baik antar setiap anggota komunitas.
Hidup bersama mengandaikan pengalaman yang menyenangkan, menyedihkan dan menyakitkan. Seringkali pengalaman menolong seseorang dapat memberi inspirasi kepada sesama yang lain untuk memahami dan memaknai arti sebuah pertolongan. Pengalaman disakiti bisa menjadi acuan bagi kita untuk menghindari atau meredam niat untuk menyakitkan sesama yang lain. Pengalaman berbagi kasih bisa menjadi kekuatan bagi kita untuk memacu semangat sesama ketika hendak melakukan sesuatu.
Solidaritas Dalam Hidup
Solidaritas dalam hidup menunjuk pada semangat belas kasih untuk mengabdi pada hidup harmonis. Solidaritas ini tidak hanya berkutat pada solidaritas bersama yang hidup tetapi solidaritas tentang hidup. Solidaritas tentang hidup berarti bahwa kehidupan itu sendiri merupakan bukti dari suatu solidaritas. Hidup akan rancu asal-muasalnya jika dilepas-pisahkan dari kisah penciptaan. Kelahiran yang mengandaikan ayah dan ibu menunjuk pada suatu solidaritas yang telah dirajut sebelumnya atas dasar cinta yang mengabdi pada kehidupan.
Sikap peduli atau solider terhadap hidup dan tentang hidup ini patut dihayati dalam perspektif bahwa Allah pada prinsipnya peduli terhadap kehidupan dengan hidup di dalam diri PuteraNya dan hidup dalam diri manusia. Perspektif ini segera mengantar kita pada pemahaman bahwa solidaritas terhadap hidup dan solidaritas tentang hidup merupakan sebuah keutamaan yang berdimensi mencipta dalam hidup komunitas.
Solidaritas Dalam Komunitas
Hidup bersama tidak tanpa keadilan. Dan karena itu, perdamaian tidak tanpa keadilan. Keadilan perlu dimaknai dalam kerangka solidaritas bahwa siapapun yang kita layani, yang kepadanya kita berbagi entah moril maupun material, atas terang cinta kasih mesti tetap mengabdi pada kebenaran serentak menegakkan keadilan.
Solidaritas mengabdi kebenaran menunjuk pada adanya sikap kritis dalam berbelas kasih. Sikap kritis ini menghindari jauh-jauh semangat murni solidaritas dari perasaan psikologis semata atau menghindari jauh-jauh peluang untuk dimanfaatkan begitu saja. Menegakkan keadilan dalam kerangka solidaritas menunjuk pada adilnya pembagian kerja atau pembagian tugas. Tentunya tidaklah adil jika kepada mereka yang berkemampuan lebih diberikan tugas sebanyak-banyaknya dan seberat-beratnya sementara bagi mereka yang lain diberikan tugas sesedikit-dikitnya dan seringan-ringanya. Dengan demikian, keadilan menjauhkan sikap solidaritas dari praktek pilih kasih atau diskriminasi berdasarkan kualitas dan kuantitas.
Dengan demikian, perdamaian yang dicapai bukanlah perdamaian palsu dalam arti merasa damai karena pemenuhan terhadap perasaan manipulatif sebelumnya. Perdamaian merupakan buah solidaritas (Opus solidaritatis pax).[6] Sikap berbelas kasih akan sungguh merupakan ujud perungkapan iman dalam bentuk perhatian moril dan material jika kebenaran diabdi sebagai satu-satunya ajaran dan keadilan ditegakkan sebagai satu-satunya cara sehingga mengantar kita untuk merasakan dan menghayati perdamaian sebagai satu-satunya situasi.
Perdamaian sebagai buah solidaritas mengandaikan setiap anggota komunitas memahami dirinya dan memperlakukan sesamanya sebagai subyek yang sama-sama berjuang karena panggilan yang sama dan demi mencapai tujuan yang sama pula. Unsur subyektivitas ini menunjuk pada kesepadanan dan penolong karena keterciptaan. Atas daya dorong keterciptaan ini, upaya menghadirkan perdamaian dalam hidup komunitas tidak boleh mengutuk segala perbedaan atau segala problem yang ditimbulkan oleh kelalaian atau kesalahan setiap anggota komunitas. Upaya ini justeru makin menunjukkan dimensi perdamaian kalau usaha penyelesaiannya ditempuh melalui jalur saudara.
Walaupun demikian, patut dicatat bahwa solidaritas bukanlah semangat pembungkus bagi sikap kemunafikan atau bagi sikap relativisme.
Solidaritas merupakan pemahaman dan perlakuan tentang persahabatan; tentang cinta kasih sosial; dan tentang peradaban cinta kasih. Maka inti dari solidaritas adalah cinta yang mendasari segala aktivitas. Ketika cinta mendasari segala aktivitas, solidaritas akan mampu melahirkan perdamaian dalam komunitas. * (Lopo NTT)
Penulis : RD. Yudel Neno
Sumber Bacaan :
Konsili Vatikan II, Gaudium et Spes, Konstitusi Pastoral, (7 Desembrer 1965), dalam R. Hardawirjana (penerj.), Dokumen Konsili Vatikan II, Jakarta: Obor, 1993.
Paus Yohanes Paulus II (Promulgator), Katekismus Gereja Katolik, dalam P. Herman Embuiru, SVD (penerj.), Ende: Propinsi Gerejani Ende, 1995.
Kompendium Katekismus Gereja Katolik, dalam Harry Susanto (penerj.), Jakarta-KWI : Kanisius, 2009.
Kompendium Ajaran Sosial Gereja Katolik, dalam dalam Yosef Maria Florisan, Paul Budi Kleden dan Otto Gusti Madung (para penerj.), Maumere : Ledalero, 2009.
Kompendium Ajaran Sosial Gereja Katholik, Yosef Maria Florisan, Paul Budi Kleden dan Otto Gusti Madung (penerj.), (Maumere : Ledalero, 2009.
Ajaran Sosial Gereja tahun 1891-1991, R. Hardawiryana (penerj.) Jakarta: Depertemen Dokumentasi dan Penerangan KWI dalam Seri Dokumen Gerejawi Edisi Khusus, 2011.
Paus Benediktus XVI, Deus Caritas Est, Ensiklik (25 Desember 2005), dalam Seri Dokumen Gerejawi 83, Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI, 2007.
Paus Benediktus XVI, Caritas in Veritate, Ensiklik, (29 Juni 2009), dalam Seri Dokumen Gerejawi No. 89, Jakarta: DokPen KWI, 2014.
Paus Fransiskus I, Lumen Fidei, Ensiklik, Sinubyo (ed.), Yogyakarta : Kanisius, 2014
Paus Fransiskus I, Laudato Si’, Ensiklik, dalam Martin Harun (penerj.), Jakarta : Obor, 2015.
Paus Fransiskus I, DOCAT – Was tun? Die Soziallehre der katholischen Kirche dalam Dr. Bismoko Mahamboro, Pr dan Tim Kanisius (penerj.), DOCAT Indonesia, Apa yang harus dilakukan?, Yogyakarta : Kanisius, 2016.
Paus Fransiskus I, Evangelii Gaudium, Ensiklik, (24 November 2013), dalam Seri Dokumen Gerejawi No. 94, Jakarta : DokPen KWI, 2017.
Buku-Buku :
Jon Sobrino dan Juan H. Pico, Teologi Solidaritas, Yogyakarta : Kanisius, 1989.
- B. Banawiratma, Kemiskinan dan Pembebasan, Yogyakarta : Kanisius, 1987.
[1] KASGK, art 103. bdk., CA, art., 10, bdk., KGK, art. 1939, 2213,360, bdk., SRS, art 38-40.
[2] KGK, art. 360.
[3] KGK, art. 344.
[4] KGK, art. 361.
[5] KGK, art., 414,1940, 1948, 2402.
[6] SRS, art. 39.