
Keuskupanatambua.org-Komisi Keluarga KWI akhirnya mengadakan lagi Pertemuan Pleno yang merupakan pertemuan tiga tahunan dari komisi ini.
Pertemuan ini sebenarnya sudah dilakukan pada tahun 2021 tetapi karena terhalang Covid-19 jadi baru diadakan pada tahun 2023.
Pertemuan Pleno ini diadakan di Wisma Samadi Kalender Keuskupan Agung Jakarta yang dimulai dari tanggal 8 Agustus dan berakhir pada tanggal 20 Agustus 2023.
Pertemuan Pleno Komisi Keluarga se Indonesia kali ini diikuti oleh 70 orang, yang terdiri dari 20 Pengurus Harian Komisi Keluarga KWI, 41 pengurus Komisi Keluarga 36 Keuskupan minus Keuskupan Maumere, 8 perwakilan dari Komunitas Kategorial Keluarga Nasional (Santa Monica, Marriage Encounter, Couple For Christ dan Catholic Family Ministry), dan satu perwakilan dari “Sekretariat Gender dan Pemberdayaan Perempuan”.

Tema yang didalami dalam Pertemuan Pleno ini “Perjalanan Katekumenat Menuju Hidup Perkawinan”. Tema tersebut dipilih berdasarkan pada munculnya Dokumen Perjalanan Katekumenat Menuju Hidup Perkawinan yang dibuat oleh Dikasteri Untuk Awam, Keluarga dan Kehidupan pada tahun 2022 yang merupakan buah dari Tahun Keluarga Amoris Laetitia 2021-2022 dan Pertemuan Keluarga se Dunia X 2022.
Musyawarah Pengurus Pleno ini sendiri memiliki tujuan yaitu sebagai sharing pastoral untuk menentukan langkah bersama dan merencanakan rencana proyek bersama selama 3 tahun sebagai komisi keluarga.
Pertemuan Pleno Komisi Keluarga diawali dengan Perayaan Ekaristi. Dalam homilinya, Mgr. Yan Olla, MSF menyampaikan pesan pastoralnya mengenai tantangan yang dihadapi Gereja sekarang ini terkait dengan ideologi politik yang dikonstruksi dari revolusi seksual di tahun 1960. Ideologi politik tersebut tampak dalam ideologi kontrasepsi, perceraian, dan gender.
Hadirnya ideologi semacam itu di Indonesia tampak dalam berbagai kebijakan, sikap, dan perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai moral yang diyakini oleh Gereja. Dengan demikian, Pastoral Keluarga kesedihan dapat menanggapi tantangan tersebut melalui berbagai cara pendampingan yang dapat memperkuat nilai-nilai katolik hidup perkawinan dan keluarga.
Dalam berbagai pembukaannya, Mgr. Paulinus Yan Olla, MSF, selaku Ketua Komisi Keluarga KWI mengungkapkan bahwa Musyawarah Pleno Komisi Keluarga diadakan setiap 3 tahun sekali. Dan dikarenakan pandemi Covid 19, Pertemuan Pleno yang seharusnya dilaksanakan pada tahun 2021 diundur hingga tahun 2023 ini.
Pada kesempatan itu juga Mgr. Paul menyampaikan banyak terima kasih kepada Komisi Keluarga di Keuskupan yang telah bekerja keras dalam pelayanan pastoral dan secara aktif bekerja sama di tingkat Nasional bersama Komisi Keluarga KWI.

Uskup Paul Yan Ola kembali menyatakan bahwa Pertemuan Pleno 2023, yang mengambil tema “Perjalanan Katekumenat Menuju Hidup Perkawinan”, harus menjadi kesempatan yang baik bagi para pengurus Komisi Keluarga untuk bersama berefleksi, belajar, dan menemukan inspirasi dan jalan baru dalam Persiapan Perkawinan dan Pendampingan di tahun-tahun awal Hidup Perkawinan.
Proses Pertemuan
Pertemuan Pleno Komisi Keluarga KWI 2023 mengambil alur pertemuan: mendengarkan, belajar bersama dan mencari inspirasi – jalan baru.
Dalam proses mendengarkan yang dilakukan melalui sharing antar propinsi gerejawi-komunitas kategori keluarga, para peserta semakin menyukuri adanya perkembangan yang baik dalam persiapan perkawinan.
Kemajuan tersebut terlihat dari kenyataan bahwa pendampingan persiapan perkawinan telah dilaksanakan dengan baik di seluruh Keuskupan di Indonesia dengan materi dan metode yang beragam, berurutan dengan kondisi peserta, sosial ekonomi, dan budaya.
Sebagian besar keuskupan telah mengembangkan pendampingan pra nikah dan pasca nikah yang diadakan melalui seminar, rekoleksi, retret, pendampingan, dan aneka kegiatan perayaan lainnya – dalam kerjasama dengan komisi lain dan komunitas kategorial keluarga yang ada di keuskupan.
Di beberapa keuskupan, pendamping pra nikah dan pasca nikah masih perlu dirintis secara kreatif dan terprogram secara lebih baik.
Selain itu, juga ditemukan bahwa Persiapan Perkawinan yang dilaksanakan di keuskupan pun dihadapkan dengan beberapa tantangan seperti: hidup bersama sebelum perkawinan, pengaruh kuatnya adat dalam perkawinan orang katolik di beberapa keuskupan, perkawinan beda gereja-agama, kesulitan waktu pertemuan, pandangan bahwa persiapan perkawinan adalah syarat perkawinan katolik, dan kurangnya tim pendamping yang disebabkan karena keterbatasan waktu dan kesulitan tugas.
Situasi tersebut mengundang keuskupan untuk terus mengupdate program Persiapan Perkawinan dengan memperhitungkan konteks zaman dan tantangan baru hidup perkawinan.
Proses belajar bersama dilaksanakan dalam dua tahap. Pada tahap pertama, para peserta diantar oleh dua narasumber yaitu Rm. Y.Driyanto dan Rm. BR. Agung Prihartana, MSF untuk mendalami makna, pokok-pokok, dan pelaksanaan pastoral “Perjalanan Katekumenat Menuju Hidup Perkawinan”. Rm Y. Driyanto menyampaikan bahwa katekese perkawinan pada dasarnya membahas tiga unsur mendasar yaitu: cara hidup perkawinan sebagai sebuah panggilan, pokok-pokok mengenai perkawinan katolik, dan kematangan pribadi. Tujuan katekese adalah membantu umat untuk beriman secara hidup, tersurat dan operatif.
Reksa Pastoral Perkawinan yang terdiri dari “sebelum”, “sewaktu”, dan “setelah” perkawinan disusun sedemikian rupa dengan beberapa pokok yang lebih terfokus dan mendasar pada setiap tahapannya sehingga para calon pengantin dan keluarga dapat terdampingi dalam tiga unsur di atas.
Dalam diskusi bersama Rm. Y Driyanto, dibahas pula tantangan dalam pelaksanaan pastoral menghadapi kenyataan adanya perkawinan kedua yang perlu disikapi dengan nilai-nilai kasih dan tetap berpegang pada ajaran gereja.
RP. Br. Agung Prihartana,MSF, dengan berpangkal pada perjalanan dokumenter gereja tentang persiapan pernikahan, tekanan kembali bahwa persiapan pernikahan merupakan mahkota katekese umat yang bernuansa kayros, yaitu masa berahmat untuk menemukan keindahan panggilan hidup pernikahan.
Romo Agung juga menggarisbawahi pentingnya kreativitas dan fleksibilitas dalam Persiapan Perkawinan, juga pentingnya hubungan antara Sakramen Perkawinan dan Baptis, Komuni, serta Krisma.
Selain itu dikemukakan pula pentingnya pembinaan bagi para petugas pastoral supaya katekese dilakukan dengan bahasa dan cara yang mudah ditangkap oleh anak muda jaman sekarang.
Dalam pembelajaran kedua, para peserta belajar dari sharing program Komisi Keluarga dan kegiatan Komunitas Kategorial. Komisi Keluarga Bandung berbagi pengalaman tentang bagaimana mengelola program-program pastoral keluarga pra, sewaktu dan pasca perkawinan dalam kerjasama dan bersinergi dengan Komisi-komisi lain di Keuskupan.
Komisi Kerasulan Keluarga Keuskupan Agung Jakarta menyampaikan adanya “Program 10 Tahun Pertama” bagi pendampingan keluarga muda usia 0-10 tahun dengan penekanan pada dua unsur pokok yaitu komunikasi pasangan suami isteri dan pertemuan komunitas 10 tahun pertama (3-8 pasutri).
Komunitas Catholic Family Ministry mensharingkan program retret dan komunitas Remaja Putra dan Putri sebagai bentuk persiapan perkawinan jangka menengah yang dapat menjadi inspirasi dan diikuti oleh kaum muda katolik.
Sementara itu komunitas Couple For Christ memberikan pengalaman tentang bagaimana komunitas Youth For Christ dan Single for Christ dalam pendampingan iman bagi kaum muda yang ditetapkan pada Doa, Firman, Persekutuan, Pelayanan dan Sakramen-Yesus yang dilaksanakan terus menerus secara bertahap.
Kedua komunitas kategori keluarga tersebut siap untuk bekerja sama secara aktif dengan komisi keuskupan keluarga dalam katekese persiapan perkawinan.
Komitmen Komisi Keluarga
Proses ketiga dari Pertemuan Pleno ini adalah meniti jalan-jalan baru untuk 1-3 tahun ke depan. Melalui diskusi dan sharing di tingkat daerah, Komisi Keluarga Keuskupan dan Komunitas Kategori Keluarga menyampaikan beberapa rencana yang akan dilakukan.
Rencana dan Program itu antara lain:
1. Komisi Keluarga Keuskupan membentuk dan memperlengkapi Paroki, Dekenat dan Kevikepan dengan Tim, mengadakan pelatihan dan komunikasi yang hidup dengan mereka dengan metode dan sarana-sarana baru.
2. Komisi Keluarga Keuskupan menyusun tema-tema dan materi Katekese Hidup Perkawinan dan Berkeluarga untuk anak-anak, remaja, kaum muda, calon pengantin, serta pendamping pasca nikah.
3. Komisi Keluarga Keuskupan terlibat dan bekerja sama dengan Kelompok Kategorial, Pemerintah dan Tokoh Masyarakat-Adat dalam penyusunan dan pelaksanaan program pendampingan secarabertahap dan berjenjang.
4. Komisi Keluarga Keuskupan memperlengkapi Tim Pendamping Persiapan Perkawinan dengan melibatkan para ahli dan mengadakan Training Of Trainer bagi mereka.
5. Komisi Keluarga Keuskupan mengupdate metode dan materi persiapan perkawinan dengan memperkirakan situasi dan tantangan baru hidup perkawinan pada zaman sekarang.
6. Komisi Keluarga Keuskupan menyusun, menata dan melaksanakan program-program pendampingan pra nikah, sewaktu pernikahan dan pasca nikah dalam kerjasama dengan komisi-komisi yang ada di keuskupan, antara lain Karya Kepausan Indonesia, Komisi Kepemudaan, Komisi Pendidikan, dan Komisi Kateketik.
Selain program-program untuk masing-masing keuskupan, Komisi Keluarga Keuskupan yang tergabung dalam regio juga merencanakan pertemuan, kegiatan dan kerjasama di tingkat regio di pertengahan tahun 2023 ini dan di tahun 2024.
Rekomendasi Bersama
Secara nasional, Pertemuan Pleno Komisi Keluarga ini merekomendasikan terciptanya dan terpupuknya budaya kerja sama komisi di tingkat nasional maupun keuskupan dalam pendampingan pra Persiapan Perkawinan bagi orang muda katolik dalam katekese persiapan pernikahan jangka menengah.
Laporan : Sr. Fridolin Teme, SSpS (Ketua Komisi Keluarga Keuskupan Atambua
Editor : Okto Klau/Kesuskupanatambua.org