KEUSKUPANATAMBUA.ORG, -Sejarah Keuskupan Atambua tidak terlepas dari Hierarki Gerejanya.
HIERARKI GEREJA KATOLIK KEUSKUPAN ATAMBUA (1937 – 2020)
1. Mgr. Jacobus Pessers, SVD (1937-1957)
Beliau diangkat Takta Suci menjadi Vika- riat Apostolik Nederl-Timor, 16 Juni 1936. Wilayahnya meliputi seluruh Timor, Sabu, Rote. Kala itu, umat Katolik Timor ber- jumlah sekitar 42.000 yang dilayani oleh 19 imam, 3 bruder dan 12 suster. Gereja b e rad a d i te ngah m asyarak at yang primitif, buta huruf, miskin dan kafir (belum mengenal Kristus) dan berada dalam jajahan Jepang.
Gereja merintis pendidikan untuk kaderisasi tenaga pastoral. Para guru agama (awam Katolik) ditempatkan di setiap kampung. Mereka itulah yang menemani para misionaris dari kampung ke kampung untuk mewartakan Injil melalui kerygma (katekese), doa kelompok, Misa dan kunjungan pastoral keluarga. Penaburan benih-benih sabda dan tumbuhnya iman umat ditantang sekaligus diuji ketahanannya pada masa ini. Misi Gereja Katolik dihambat oleh penjajah Jepang. Banyak misio- naris Katolik ditawan di Pare-Pare (Sulawesi), sehingga menyebabkan karya misi terhenti sementara. Meski demikian, Gereja tidak pernah mati, malah semakin hidup dan berkembang.
Pada 11 November 1948 ketika Vikariat Apostolik Nederl- Timor berubah nama menjadi Vikariat Apostolik Atambua, Mgr. Yakobus Pessers SVD diangkat sebagai Vikaris Apostolik Atambua dari tahun 1948 – 1958. Dalam era ini, beliau berhasil menambah beberapa stasi dan lembaga pendidikan, termasuk berdirinya Seminari Menengah Lalian pada 8 September 1950. Pada 14 November 1958 beliau mengakhiri masa jabatannya sebagai Vikaris Apostolik Atambua. Beliau meninggal dunia pada 03 April 1961 di Nederland dan dimakamkan di sana.
2. Mgr. Theodorus Fransiskus Maria van Den Tillart, SVD (Vikaris Apostolik Atambua: 1958-1961 dan Uskup Atambua 1961-1984.
Nama Indonesianya Mgr. Theodorus Fransiskus Maria Sulama, SVD. Pada 14 No- vember 1957 ditunjuk menjadi Vikaris Apostolik Atambua. Pada 29 Juni 1958 ditahbiskan sebagai Uskup di Atambua. Pada 3 Januari 1961 menjadi Uskup Atambua dengan berdirinya hierarki di Indonesia. Jumlah umat Vikariat Apostolik Atambua, pada masa itu 150.000 jiwa. Saat pembentukan hierarki Gereja di Indonesia, Vikariat Apostolik Atambua menjadi Dioses/Keuskupan dan semua stasi menjadi paroki.
Upaya-upaya Pastoral yang dilakukan selama masa kepemimpinannya adalah:
* Peningkatan tenaga inti Gereja lebih gencar dilakukan, khususnya kaderisasi imam dan rasul awam (guru agama/ katekis dan guru sekolah melalui lembaga pendidikan formal, seperti: Seminari, SPGAK, SPG dan Sekolah Tinggi (Teologi – Kateketik – Pastoral).
* Menyiapkan fasilitas penunjang karya pastoral seperti gedung Gereja, paroki, kendaraan, gedung sekolah, asrama pelajar, dan lain-lain.
* Mengutus guru-guru Katolik ke berbagai wilayah untuk karya kerasulan.
* Mengangkat dan menempatkan katekis purnawaktu di paroki-paroki.
* Membentuk struktur pastoral pelayan umat mulai dari DPD, DPP, TPL dan TPK.
* Menyelenggarakan Sinode Pastoral I dan II.
Beliau seorang pemimpin yang karismatis dan kebapaan. Sinode II terjadi di Lalian, 1982. Dalam sinode itu disimpulkan bahwa masalah sosial yang dihadapi Gereja adalah masalah dualisme iman, rendahnya sumber daya manusia dan kemis- kinan ekonomi. Masalah dualisme iman cukup dominan me- merlihatkan betapa sulit mengakarnya iman di hati umat. Demikian juga kebodohan dan kemiskinan merupakan masa- lah kemanusiaan yang harus diperangi. Tugas Gereja adalah mengupayakan peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) dengan memberikan prioritas pada bidang pendidikan sebagai pintu masuk dunia pembangunan.
Untuk mencapai tujuan itu, langkah awalnya adalah me- lakukan penguatan tenaga pastoral dan tenaga kependidikan yang handal. Hal itu mendesak sebab fakta membuktikan bahwa banyak kebutuhan dan persoalan umat belum terje- mahkan karena keterbatasan tenaga pastoral. Itulah alasan yang mendorong Sinode II memfokuskan karya pastoralnya pada peningkatan Tenaga Pastoral dan Tenaga Kependidikan, baik yang tertahbis (imam) maupun yang non tertahbis (awam) untuk masa bakti 3 tahun (1982-1985).
Sungguh disadari bahwa Gereja di Timor harus kembali kepada komitmen awal tentang misinya di Timor. Bahwa sejak awal masuknya Gereja Katolik di Timor, misi utama yang diembannya adalah membuka dan menyelenggarakan pendidikan Katolik. Inilah pintu masuk (entry point) untuk pewartaan Injil, Pemberantasan kebodohan dan pengentasan kemiskinan. Keterlibatan Gereja Katolik di bidang pendidikan merupakan keharusan. Para imam, bruder dan suster misionaris, senantiasa memfokuskan karya pelayanannya di bidang pendidikan, menyusul kesehatan dan sosial ekonomi.
Yayasan dan sekolah-sekolah Katolik di daratan Timor disadari sebagai lembaga pendidikan formal tertua dibanding- kan dengan sekolah-sekolah negeri dan swasta lainnya. Sangat banyak kader, pemimpin Gereja, masyarakat dan bangsa yang dihasilkan oleh sekolah-sekolah Katolik. Inilah jasa Gereja yang patut dibanggakan.
Pada 3 Februari 1984 beliau mengakhiri masa jabatannya sebagai Uskup Atambua. Selanjutnya ia menjadi Administra- tor Apostolik Atambua sampai dengan 9 Mei 1984. Pada 9 Mei 1984 beliau menyerahkan jabatan Uskup Keuskupan Atambua kepada penggantinya Mgr. Anton Pain Ratu, SVD. Mgr. Theodorus Sulama, SVD menjadi Uskup Emeritus KA dengan memilih menjadi Pastor Paroki Stellamaris Atapupu hingga meninggal dunia pada 7 Mei 1991 dan dimakamkan di dalam Gereja Katedral Atambua.
3. Mgr. Anton Pain Ratu, SVD (1984 – 2007)
Seorang putera Adonara, Flores Timur, kelahiran 2 Januari 1929. Pada 21 Sep- tember 1982 beliau ditahbiskan menjadi Uskup di Atambua, dengan jabatan sebagai Uskup Tituler Zaba dan menjadi Uskup Pembantu Atambua dengan moto tahbisan: “Maranata: Tuhan datang!” Pada 3 Februari 1984 diangkat sebagai Uskup Atambua dan pada 9 Mei 1984 menerima jabatan Uskup Atambua.
Beliau digelar oleh umat Keuskupan Atambua sebagai Uskup 3-BER, Uskup Politik, Uskup Pencinta lingkungan hidup dan Uskup yang mengumat karena “jam terbang ke umat yang tinggi.” Ia semangat dan setia bekerja dalam tim pastoral bersama awam.
Visi pastoralnya: Umat Keuskupan Atambua berkembang menjadi Gereja umat yang mandiri dan terlibat dalam masyarakat terutama untuk melakukan perubahan-perubahan yang bernilai/berarti bagi semua orang. Perhatian pada pengorga- nisasian tenaga pastoral (imam dan awam), dan penataan struktur serta pendayagunaannya. Bidang pastoral yang diprioritaskan adalah Pastoral pengembangan iman, pendidikan umat dan pastoral sosial ekonomi.
Penyelenggaraan Sinode III (di Emaus, 1985) merupakan Sinode perdana dalam era kepemimpinannya semenjak menduduki tahta Uskup Atambua tahun 1984. Sinode tersebut menggumuli dan merefleksikan masalah-masalah kegerejaan dan kemasyarakatan dalam terang Firman. Sinode menemukan dua masalah utama yang membelenggu umat yakni praktek dualisme iman dan kemiskinan sebagai masalah krusial yang bersentuhan langsung dengan realita kehidupan masyarakat dan menjadi penghambat perkembangan manusia seutuhnya. Kondisi kehidupan umat dan masyarakat yang dililit oleh kedua masalah itu, menghantar peserta sinode masuk dalam suatu refleksi kritis hingga menemukan langkah strategis pastoral yang lebih tepatguna.
Dari sinode pastoral itu, lahirlah suatu arah baru karya pastoral untuk masa bakti 5 tahun (1985-1990) yakni Pekatan Mutu Hidup Umat/Masyarakat Dengan Tekanan Khusus Pada Peningkatan Taraf Hidup Sosial Ekonomi. Sepintas membaca rumusan arah pastoral tersebut, ada kesan seakan- akan pastoral kita lebih bersifat horizontal, hanya menyibukkan diri dengan urusan-urusan profan seperti ekonomi. Namun bila diteliti dengan seksama maka akan ditemukan bahwa maksud dari rumusan yang berbunyi “Peningkatan mutu hidup umat dan masyarakat,” itu bukan saja urusan peningkatan taraf hidup sosial ekonomi, tetapi menyangkut peningkatan mutu manusia dalam segala aspeknya, termasuk mutu iman, budaya, pendidikan, politik, kesehatan, ling- kungan hidup, dan sebagainya. Dalam konteks pembangunan manusia utuh, jiwa dan badan, maka diterapkan pendekatan pastoral integral yaitu suatu cara pastoral yang memberikan prioritas pada peningkatan kualitas manusia secara utuh.
Sinode Pastoral IV di Emaus, 1991, bertujuan mengevaluasi hasil karya pastoral 5 tahun silam dan meletakkan arah pastoral ke depan. Pada sinode ini, hadir sebagai pendamping ahli: P. Dr. George Kirchberger, SVD; P. Dr. Hubertus Muda, SVD; Rm. Drs. Petrus Turang, Pr; Drs. Anton Amaunut dan Drs. Markus Mau. Hasil pergumulan Sinode Pastoral IV, ternyata kembali menegaskan bahwa masalah krusial yang mengerdilkan manusia adalah praktek dualisme iman dan kemiskinan ekonomi. Bagaimana mengolah persoalan itu supaya tidak mengerdilkan manusia? Peserta sinode menya- dari bahwa persoalan itu bukan saja persoalan pribadi, tetapi persoalan komunitas masyarakat, maka penanganannya pun harus bersama-sama. “Bersama-sama kita bisa memecahkan persoalan”. Kita perlu melakukan gerakan pastoral bersama. Karena itulah ditetapkan suatu arah pastoral untuk periode 5 tahun (1992-1997) yakni: Menuju Hidup Yang Lebih Bermutu dengan mengacu pada visi dan misi yang ditetapkan saat itu.
Adapun visi itu berbunyi: “Umat Keuskupan Atambua ber- sama seluruh masyarakat mengalami dan merasakan kehadiran Allah dan kebaikan-Nya dalam kesejahteraan dan kebahagiaan hidup yang tumbuh dari kekuatan Injil Yesus Kristus.” Sedangkan misinya: “Melanjutkan dan mewujudkan karya perutusan Yesus Kristus guna menjawabi tantangan perkembangan masyarakat dalam kekuatan Roh Kudus.” Tujuan umumnya adalah Hidup umat dan masyarakat lebih bermutu berkat persaudaraan yang dijiwai iman kristiani. Sedangkan tujuan khususnya adalah meningkatkan persaudaraan kristiani dan taraf hidup sosial ekonomi melalui kelompok kerja.
Sinode Pastoral V di Emaus, 1997. Sinode ini merupakan yang terakhir dalam masa kepemimpinan Mgr. Anton Pain Ratu, SVD. Sinode V menghadirkan sederet narasumber: P. Dr. George Kirchberger, SVD (Ahli Teologi); P. Drs. Huber Tho- mas Hasuli, SVD, MA (Ahli Sosiologi); Rm. Drs. Benyamin Seran, MA (Ahli Pendidikan) dan Rm. Dr. Benyamin Y.Bria, Pr (Ahli Hukum Gereja).
Masalah dualisme iman dan kemiskinan ekonomi kembali ditegaskan oleh Sinode ini sebagai masalah pastoral yang urgen. “Kita memang butuh pelaku perubahan. Dan pelaku perubahan itu harus muncul dari dalam diri, dan dari masyarakat itu sendiri, bukan diinstruksi dari luar atau dari atas”. Untuk itu dibutuhkan perjuangan orang-orang kunci pembangunan di masyarakat akar rumput, seperti para pemangku adat yaitu mereka yang berpengaruh, orang-orang yang berpendidikan dan mereka yang berkedudukan (berkuasa). Perubahan harus berawal dari perubahan pola pikir, pola sikap dan pola laku/tindak. Karena prioritas masalah masih tetap sama, maka visi dan misi serta arah pastoral pun tidak berubah yaitu “Menuju Hidup Yang Lebih Bermutu”.
Berdasarkan arah pastoral itu, maka dibangun suatu strategi pastoral yang terfokus pada pemberdayaan KUB dengan argumen KUB adalah Gereja, dalam kenyataan, sedang bertumbuh dan berkembang dengan dinamis, berpedomankan Injil dan Ajaran Sosial Gereja serta nilai-nilai kultur yang mendahulukan penghargaan terhadap martabat manusia. Selain itu, perhatian kepada orang kecil, tersingkir dan tertindas; upaya dialog antaragama serta kerja sama dengan pemerintah dan pihak lain yang berkehendak baik, juga menjadi strategi berpastoral yang dituntut sejak itu. Langkah strategis lainnya yang tidak kalah pentingnya adalah meng- upayakan adanya suatu Puslitbang Pastoral.
Pada 2 Januari 2003 bertepatan dengan hari ulang tahun Mgr. Anton Pain Ratu, SVD, diberkati pula Rumah Baru Keus- kupan Atambua di Lalian Tolu. Sejak saat itu semua urusan pelayanan Bapak Uskup dan Kuria Keuskupan Atambua ber- pusat di Jalan Nela Raya, No.17, Lalian Tolu. Pada 22 April
2003 sesuai Kanon, Mgr. Anton mengajukan Surat pengun- duran diri kepada Sri Paus di Roma. Roma pun merestuinya dan sejak 2 Juni 2007 beliau diangkat sebagai Administrator Apostolik Keuskupan Atambua sampai 21 September 2007 saat beliau menyerahkan jabatan Uskup Atambua kepada penggantinya Mgr. Dr. Dominikus Saku.
Mgr. Anton Pain Ratu, SVD memasuki usia purnabakti sebagai Uskup Emeritus Keuskupan Atambua dengan memilih tempat peristirahatan di Pastoran SMK Santo Pius X Bitauni, TTU.
4. Mgr. Dr. Dominikus Saku (2007- ………..)
Lahir di Taekas, Tunbaba, TTU, 3 April 1960. Ditahbiskan menjadi imam pada 29 September 1992. Pada 2 Juni 2007 dipilih menjadi Uskup Atambua oleh Paus Bene- diktus XVI menggantikan Mgr. Anton Pain Ratu, SVD dan ditahbiskan menjadi Uskup Atambua pada 21 September 2007 dengan motto tahbisan: “Vos Amici Mei Estis: Kamu adalah Sahabat- Ku” (Yoh 15:14).
Pada 21 September 2007 tercatat sebagai peristiwa ter- penting dalam sejarah Keuskupan Atambua. Salah seorang putera terbaik dari kalangan imam praja Keuskupan Atambua ditahbiskan menjadi Uskup Atambua. Ini berarti pula telah terbersit kemandirian di bidang ketenagaan atau personalia pastoral yang menjadi cita-cita Gereja Keuskupan Atambua.
Pada 23-29 November 2008 berlangsung Musyawarah Pastoral (Muspas) I di era kepemimpinan Mgr. Dr. Dominikus Saku, atau Muspas VI Keuskupan Atambua. Mulai tahun 2008, panitia-panitia pastoral di tingkat Keuskupan ditingkatkan statusnya menjadi Komisi-komisi dan mengembangkan Pas- toral Pemberdayaan. Periode Quinquinial I Mgr. Dominikus Saku (2007-2012) dengan kekhasan pada pengenalan pastoral mindset, pembentukan komisi-komisi pastoral dan sistem struktur dengan tupoksi (tugas pokok dan aksi) Dewan-dewan Pastoral; merintis dan menyelenggarakan On Going Formation Imamat bagi para Imam se-Keuskupan Atambua, melakukan animasi kinerja pastoral bagi para pelayan pastoral, mendiri- kan Pusat Penelitian dan Pengembangan Pastoral St. Thomas Aquinas Keuskupan Atambua dengan Yayasan Penelitian Angelicum serta Pastoral Data.
Pada tahun 2013 ada perayaan syukur 100 tahun misi SVD di Timor, Indonesia dan 75 tahun Keuskupan Atambua pada 15-16 September 2013. Perayaan akbar ini dihadiri oleh Duta Vatikan untuk Indonesia, Mgr. Antonio Guido Filipazzi. Ketua Umum Panitia pelaksana adalah Bupati Belu, Drs. Joachim Lopez. Untuk menghadirkan Duta Vatikan di Atambua, panitia perayaan men-charter pesawat khusus Trans NUSA untuk membawa rombongan turun di Bandara Haliwen Atambua pada 14 September 2013. Setelah perayaan akbar ini keesokan harinya dilanjutkan dengan Muspas KA VII di Emaus yang berlangsung dari 16 – 21 September 2013. Muspas VII ini menghasilkan visi, misi dan strategi pastoral Keuskupan Atambua era kepemimpinan Mgr. Dominikus Saku Quinquinial II (2014-2019).
Untuk mendukung fokus dan arah pastoral ini, Mgr. Dominikus Saku juga mengembangkan pola kerja sama kemitraan dengan berbagai pihak, khususnya dengan pemerintah Propinsi Nusa Tenggara Timur dan pemerintah Kabupaten Belu, Timor Tengah Utara (TTU) dan Malaka. Bersambung… YH (Sumber: Ziarah Pastoral Keuskupan Atambua dari Masa ke Masa)
Diedit oleh Yosef Hello (Admin)