Beberapa hal berhubungan dengan Tribunal Keuskupan Atambua yang perlu kita ketahui agar kita memperoleh pemahaman yang jelas dan mengetahui proses anulasi dalam hubungannya dengan Hukum Gereja.
1. Anulasi/Annulment adalah pernyataan/deklarasi dari Tribunal melalui surat keputusan hakim bahwa sebuah perkawinan yang kelihatan sah/valid, tetapi menurut Hukum Gereja Katolik ternyata telah tidak memenuhi persyaratan pokok yang dituntut untuk sahnya suatu perkawinan Katolik. Oleh deklarasi ini suatu perkawinan terbukti telah batal sejak awalnya. Hakim menyatakan/mengumumkan kebatalan perkawinan itu.
2. Ada dua proses anulasi yakni Proses Formal ( ada hakim, Defensor vinculi, saksi, dan lain-lain) dan Proses dokumenter/adimistratif, artinya hakim hanya mengumpulkan dokumen-dokumen yang sangat dibutuhkan untuk menyelesaikan kasusnya. Proses administratif ini menyangkut kasus perkawinan yang halanganya karena sudah menikah sebelumnya dan isterinya masih hidup, dan kasus perkawinan ratum non consumatum.
3. Proses Formal dibagi lagi menjadi proses Formal biasa ( butuh waktu 1 tahun lebih) dan proses singkat yang disebut Brevior processus coram Episcopo), keputusannya oleh uskup.
4. Perkawinan Gereja Katolik sah/valid kalau memenuhi syarat syarat berikut ini:
(a). Calon suami/isteri bebas dari halangan dan rintangan untuk menikah ( Kan. 1083- 1094) misalnya tak ada halangan dari ikatan nikah resmi sebelumnya seperti nikah beda gereja dan beda agama, usia sudah dewasa ( 18 tahun ke atas), tak ada hubungan darah, tidak impotent, dan lain-lain.
(b). Calon suami isteri mampu memberikan konsensus nikahnya/kesepakatan nikahnya secara jujur, tanpa cacat (Kan. 1095 – 1107).
* Konsensus nikah cacat kalau sebelum menikah salah satu atau kedua calon nikah itu punya niat menikah yang tidak baik, misalnya mau menikah tapi tidak mau menerima tujuan menikah untuk saling membahagiakan, untuk mendapatkan keturunan, dan mendidik anak, melanggar kanon 1055.
* Konsensusnya cacat kalau menikah secara paksa/terpaksa, karena ada tekanan dari luar, misalnya dari calon pasangan nikahnya, dari keluarga, dan dari adat. Sering karena sudah ada belis atau karena wanitanya sudah hamil maka terpaksa harus menikah. Nikahnya batal karena keduanya atau salah satu mengalami ketakutan dan paksaan dari luar, seperti diuraikan dalam kanon 1103.
* Juga konsensusnya cacat kalau tak mampu menggunakan akal budi secukupnya dalam mempertimbangkan hak dan kewajiban sebagai suami isteri dalam perkawinan. Kedua calon atau salah satu pikirannya belum matang dan tak mengerti apa artinya menikah. Pasangan itu melanggar kanon 1095.1 dan 2.
* Juga calon suami isteri itu harus memahami bahwa pernikahan Katolik berlangsung seumur hidup ( Kanon 1055).
(c). Pernikahan Katolik sah kalau dilakukan sesuai Forma Kanonika artinya pasangan itu menikah di hadapan seorang imam Katolik dan dua saksi (Kan. 1108 – 1123).
(d). calon suami isteri memahami tujuan perkawinan, yakni untuk saling membahagiakan, mendapatkan keturunan dan mendidik anak. (Kanon 1055).
CATATAN PENTING:
(a). Perkawinan campur antara seorang Katolik dan seorang dari agama protestan membutuhkan izin dari uskup sebagai Ordinaris Lokal(the local ordinary) dan ordinaris lain, sesuai Kan. 1124 – 1125.
Catatan kalau dalam hukum disebut The Local ordinary itu berarti Uskup, kalau disebut the ordinary itu berarti bisa Provinsial serikat religius kepausan, Vikaris Jenderal keuskupan, atau Deken.
(b). Perkawinan antara seorang Katolik dan orang yang tidak dibaptis ( Islam, Hindu, Budha) dan orang tak beragama harus mendapatkan dispensasi dari Uskup. Jika perkawinan ini terjadi tanpa dispensasi, perkawinan itu tidak sah menurut Hukum Kanonik Gereja Katolik.
(c). Ketika pemohon mengajukan permohonan anulasi ke Tribunal hal-hal di atas perlu dipertimbangkan atau dijelaskan supaya dipahami karena salah satu alasan atau alasan-alasan ini yang membatalkan atau yang menyebabkan suatu perkawinan batal sejak awal.
(d). Pastor paroki setelah mendengarkan masalah perkawinan dari pemohon dapat membantu pemohon dengan menjelaskan kanon-kanon di atas, agar pemohon menemukan alasan yang tepat untuk mengajukan surat permohonan anulasi kepada Tribunal. Di setiap paroki hendaknya pastor pembantu atau seorang katekis ditunjuk oleh pastor paroki untuk menjadi pendamping /advocate bagi umat yang mau mengajukkan permohonan anulasi ke Tribunal Keuskupan. Pastor pembantu atau katekis ini yang menjelaskan prosedur anulasi di Tribunal dan mendampingi pemohon dalam urusan selanjutnya.
(e). Anulasi bukan perceraian Katolik.
5. Proses Anulasi:
(a). Pemohon (suami atau isteri) melakukan konsultasi masalah perkawinannya dengan pastor paroki. Pastor paroki/pastor pembantu/advocate/pendamping atau katekis yang menjadi pendamping pemohon menghubungi Tribunal dengan membuat surat rekomendasi yang akan dibawa oleh pemohon ke Tribunal. Pemohon harus membawa surat permandian, sertifikat nikah, dan KTP.
(b). Pemohon bertemu dengan Vikaris Judisial, dan atau Hakim Tribunal di Keuskupan. Hakim akan membahas hal-hal yang perlu untuk proses selanjutnya.
(c). Pemohon harus tahu alamat dari pihak suami atau isteri/sebagai responden supaya Tribunal bisa menghubungi pihak yang bersangkutan. Alamat dari respondent/mantan isteri atau suami sangat penting diberikan kepada Tribunal agar responden bisa dihubungi Tribunal sebab tanpa responden mengetahui proses ini, proses anulasi tidak bisa dilanjutkan. Pemohon juga harus menyertakan nomor HP-nya dan nomor HP responden.
(d). Setelah berbicara dengan Vikaris Judicial, pemohon akan menerima formulir Kisah Perkawinan. Kisah Perkawinan ini menjadi bahan acuan bagi pemohon untuk menuliskan riwayat perkenalan, pacaran, persiapan nikah, masa nikah dan perpisahannya dengan responden.
(e). Pemohon membawa Kisah Perkawinannya ke Tribunal. Vikaris Judisial memeriksanya, bila menemukan alasan-alasan yang cukup dalam kisah itu, pemohon akan diberi formulir Permohonan dan Libellus. Pemohon harus menuliskan alasan atau gugatan untuk pembatalan perkawinannya menurut hukum Kanonik, sesuai hal-hal pokok yang ada dalam Kisah Perkawinannya.
(f). Vikaris Judisial menerbitkan Dekrit Penerimaan Libellus, juga Dekrit Pengangkatan Hakim, dan Defensor vinculi untuk kasus ini dan memberikan nomor protokol untuk perkaranya.
(g). Hakim yang menangani kasus ini menulis surat pemberitahuan (Citation) kepada responden. Kadang ada kesulitan bahwa responden tidak diketahui alamatnya atau tak mau membalas surat hakim tribunal. Perkara dapat dilanjutkan meskipun responden tak mau bekerja sama dengan pemohon dan tribunal.
(h). Tribunal tidak memungut biaya, tapi pemohon harus bersedia meringankan beban finansial Tribunal sesuai keputusan hakim tribunal. Uskup dapat menentukan biaya perkara di Tribunal.
(i). Lamanya urusan di Tribunal sesuai pemintaan Paus yang sekarang harus dalam waktu satu tahun untuk proses Formal biasa dan untuk Proses Singkat/Brevior Processus Coram Episcopo dalam waktu 4 bulan, atau lebih singkat. Banyak perkara anulasi di Tribunal memakan waktu lama karena kadang alamat responden tak diketahui dan para saksi terlambat merespons permintaan dari Tribunal. Kadang responden mau mempersulit pemohon dengan mengulur-ulur waktu untuk menjawab pertanyaan dari Tribunal.
(j). Pemohon harus tahu akar persoalan/masalah yang sudah ada sejak pasangan itu berpacaran dan kemudian menikah di gereja, dan masalah itu berlanjut selama masa perkawinan itu. Pemohon harus dibantu oleh advocate/pendampingnya untuk memahami alasan-alasan yang tepat untuk Libellus-nya. Untuk hal ini, bisa perhatikan no. 4 tentang Perkawinan Gereja Katolik yang sah/valid.
6. Perkawinan baru
Hakim Tribunal yang menangani satu perkara anulasi, akhirnya membuat Putusan definitif atau Judgment/ Decision. Putusannya hanya ada dua yakni Affirmative/Constat: menyetujui permohonan pemohon atau Negative/Non constat: menolak permohonan pemohon.
Pemohon yang telah mendapatkan anulasi melalui keputusan hakim Tribunal, pemohon dan responden dapat menikah lagi dalam Gereja Katolik dengan menunjukkan Surat Keputusan anulasi tersebut kepada pastor paroki. Hal yang sama berlaku bagi respondent. Kedua belah pihak bisa menikah lagi bila tidak ada yang naik banding di tribunal tingkat banding.
7. Pastor Paroki yang membuat penyelidikan kanonik, harus meminta apakah mereka atau pasangan tersebut pernah mendapat anulasi dari Tribunal, dan bila ada maka harus ada pemberitahuan dari pastor paroki ke tribunal, agar hal-hal tertentu yang penting menyangkut pasangan yang akan menikah itu, ditangani oleh pastor paroki sebelum ada pemberkatan nikah berikutnya. Pastor paroki juga harus menanyakan apakah pemohon dan responden sudah bertanggung jawab menjamin hidup anak-anak yang belum dewasa (di bawah 19 tahun).
8. Tribunal
A. Setiap imam/pastor yang pernah belajar Hukum Kanonik di seminari tinggi paling kurang tahu arti kata tribunal ini. Maka di sini perlu kami jelaskan arti kata ini.
Apa itu Tribunal?
Tribunal adalah pengadilan Gereja. Di tiap Keuskupan hanya ada satu tribunal perkawinan. Tribunal Keuskupan adalah tribunal tingkat I (First Instance Tribunal). Tribunal tingkat II adalah Tribunal Metropolitan/Keuskupan Agung/atau Tribunal Nasional yang ditunjuk oleh Vatikan. Tribunal banding tertinggi adalah Rota Romana dan untuk Paus adalah Apostolic Signatura. Tidak ada tribunal yang mengadili Paus.
Fungsi tribunal itu luas, meliputi banyak aspek kehidupan gereja, tetapi urusan utama tribunal ini adalah hal-hal yang berkaitan dengan Perkawinan dan masalah perkawinan, utamanya anulasi/annulment. Anulasi bukan perceraian seperti yang salah dimengerti banyak orang. Sejak awal mula Gereja, Kitab Suci menasehati kita untuk berlaku adil, dengan mengatakan bila ada saudaramu yang bersalah, nasehatilah dia empat mata, dan bila tidak mau mendengar, bawalah seorang lagi…dan seterusnya.
Adanya Tribunal sebagai wujud pengakuan akan hak umat beriman Kristiani untuk didengarkan perkaranya dan membela perkaranya di hadapan forum Gerejawi yang berwenang, seperti yang terdapat dalam Kanon 221.
B. Officiales Tribunal: Vikaris Judisial, hakim, Defensor vinculi, dan notaris.
– Vikaris Judisial (Kanon 1420) diangkat Uskup, dengan Uskup membentuk satu tribunal, Uskup tidak bisa naik banding keputusan Vikaris Judisial, bila takhta keuskupan kosong/lowong, vikaris judisial dan officiales yang lain tetap berfungsi, dan ketika ada uskup baru, dikonfirmasi penugasan para officiales ini.
– Hakim Tribunal (Kan. 1421) diangkat oleh uskup, dan harus klerus. Hakim awam hanya berfungsi dalam kapasitasnya sebagai hakim kolegial, tidak bisa menjadi hakim tunggal.
– Defensor Vinculi/Pembela Perkawinan (Kan. 1432)
– Notaris (Kan. 1437).
Vikaris Judisial dan officiales harus membuat sumpah sebelum melaksanakan tugasnya.
Para officiales sebagai pelayan umat, harus memahami hukum kanonik dan hukum sipil yang berkaitan dengan tugasnya, dan karena memiliki, membaca dan mempelajari Kitab Hukum Kanonik 1983 atau C.I.C 83/ Codex Iuris Canonici 83 dan komentar-komentarnya, juga dokumen-dokumen Konsili Vat. II ( 17 dokumen), UU. I thn 1974 (Undang undang Perkawinan RI. Thn. 1974).
Demikian satu dua hal berkaitan dengan Tribunal dan fungsinya. ***
Editor: Okto Klau