(Disusun Tim Komsos Panitia – diedit Rm. Yudel Neno, Pr)
Kefamenanu, Rabu, 17 September 2025 – KeuskupanAtambua.org – Hari studi Keuskupan Atambua Youth Day (KAYD) III yang digelar Rabu, 17 September 2025 di Aula Dekenat Kefa, Paroki Santa Theresia Kefamenanu, menghadirkan 1.122 peserta dari 62 paroki. Sejak pagi, semangat para Orang Muda Katolik (OMK) terasa mengalir ketika mereka memasuki ruang utama. Panitia merancang format panel talkshow agar setiap materi lebih komunikatif dan memberi ruang bagi peserta untuk berdialog. Para pemantik, Ibu Aty Mabilani dan Ibu Vivin, dengan cekatan menjaga alur diskusi sehingga suasana akademik terasa hidup namun bersahabat.
Sesi pertama dibuka oleh Ibu Suratmi Hamida, Kepala BP3MI NTT. Ia mengangkat topik tentang migran-perantau prosedural bagi OMK. Tantangannya jelas: banyak kaum muda tergoda jalur cepat dan tidak aman ketika ingin merantau. Solusi yang ditawarkan bersifat teoritis sekaligus praksis: membekali diri dengan literasi prosedur migrasi, melatih keterampilan sesuai kebutuhan pasar, dan mengandalkan jejaring legal yang memayungi hak-hak pekerja migran. Bagi Ibu Suratmi, keberanian melangkah mesti disertai perencanaan matang agar peziarahan hidup OMK tidak berakhir dalam jerat perdagangan orang.
Masih dalam sesi awal, Kasat Reskrim Polres TTU memaparkan data aktual tentang tindak pidana yang melibatkan orang muda. Ia menekankan bahwa banyak kasus bermula dari penggunaan media sosial yang tidak terkendali, konsumsi alkohol, dan gengsi kelompok. Tantangan bagi OMK adalah mengelola kebebasan secara bertanggung jawab. Solusinya: memperkuat edukasi hukum sejak dini, membangun komunitas positif yang saling menjaga, dan memperbanyak kegiatan kreatif yang memupuk disiplin sosial. “Kebebasan tanpa arah sering berujung pada jeruji,” tegasnya.
Materi selanjutnya datang dari Rm. Siprianus Tes Mau, Pr., S.Fil., S.Pd., yang berbicara tentang OMK dan persiapan menuju hidup berkeluarga. Ia menyoroti krisis komitmen dan budaya instan yang memengaruhi relasi anak muda. Tantangan ini menuntut OMK untuk kembali ke akar iman, mengolah kedewasaan emosi, serta melatih komunikasi penuh hormat dalam relasi. Secara praksis, ia mendorong pembinaan pranikah yang integral, pendampingan rohani yang berkesinambungan, dan keberanian untuk membangun rumah tangga sebagai “taman iman”, bukan sekadar kontrak sosial.
Dalam nada yang memotivasi, Bapak Yanto Tantri Sanak, Ketua KADIN TTU, menguraikan peluang ekonomi kreatif bagi OMK. Menurutnya, era digital membuka pasar tanpa batas, namun persaingan juga makin tajam. Tantangannya ialah mengelola talenta agar tidak padam di tengah derasnya algoritma. Solusi yang ditawarkan: belajar kewirausahaan berbasis nilai, memperkuat jejaring bisnis yang etis, dan menggunakan platform daring sebagai sarana evangelisasi melalui karya kreatif. “Ekonomi kreatif yang berakar pada iman akan melahirkan kesejahteraan yang memuliakan Tuhan,” pungkasnya.
Masih dalam sesi yang sama, Prof. Dr. Yohannes Usfunan, SH., MH., Guru Besar Hukum, membahas penggunaan HAM dan batas-batasnya sekaligus memberikan komentar akademik terhadap materi-materi sebelumnya. Ia mengingatkan bahwa hak asasi tidak boleh dilepaskan dari tanggung jawab moral. Tantangan bagi OMK terletak pada bagaimana menggunakan hak kebebasan berekspresi, hak memilih pekerjaan, dan hak relasi sosial tanpa melukai hak sesama. Ia mendorong kaum muda untuk membaca HAM dalam terang iman dan hukum positif, sehingga mereka mampu menjadi warga yang kritis namun konstruktif.
Sesi kedua menghadirkan Ibu Eliana Papote, Kapolres TTU, yang menegaskan pentingnya pencegahan serta hukuman terhadap tindakan kriminal. Ia menyampaikan fakta bahwa kejahatan yang melibatkan kaum muda sering terjadi karena lemahnya kontrol diri dan lingkungan yang permisif. Ia mengajak OMK membangun budaya saling mengingatkan, menguatkan peran keluarga, dan menghidupkan sistem keamanan berbasis komunitas. “Hukum bukan sekadar ancaman, tetapi pagar agar kita tetap berjalan di jalur yang aman,” jelasnya.
Puncak sesi dua ditandai dengan paparan Bupati TTU, Bapak Falentinus Kebo, yang tampil dengan gaya naratif. Ia berbagi kisah perjalanan organisasinya sejak muda hingga dipercaya sebagai kepala daerah. Melalui pengalamannya, ia menekankan bahwa leadership adalah buah dari proses panjang yang ditempa oleh disiplin, kerendahan hati, dan keberanian mengambil risiko. Tantangan bagi OMK ialah menjaga konsistensi karakter di tengah godaan instan. Ia mengajak peserta merawat mimpi dengan belajar, melayani, dan membangun jejaring yang sehat.
Sesi ketiga menjadi ruang reflektif ketika Rm. Patris Allegro menyajikan materi tentang militansi iman di pertigaan relativisme, sekularisme, dan algoritma FYP – metrik kuantitatif. Ia memaparkan bagaimana dunia real maupun maya sering dijejali “dunia salinan”, hiperrealitas, dan simulacra yang menggoda iman untuk larut dalam popularitas semu. Tantangan bagi OMK adalah menegakkan iman yang kokoh di tengah banjir konten. Solusinya: menghidupkan ritme doa, membangun komunitas yang meneguhkan, dan menakar setiap tren dengan kriteria Injil. Militansi iman, tegasnya, bukan sikap keras, melainkan keberanian bersaksi dengan kasih dalam arus zaman.
Meski kegiatan akademik padat, antusiasme peserta tetap stabil. Usai sesi studi, belasan imam melayani sakramen pengakuan dosa bagi ribuan peserta.
Suasana hening dan teduh mewarnai doa Taizé yang dipimpin Rm. Kristo Oki, Pr., sebelum rangkaian ditutup dengan pentas seni yang memancarkan sukacita iman.
Seluruh rangkaian hari studi ini menegaskan pesan tema umum KAYD III: “OMK Berziarah: Cerdas dalam Iman, Sejahtera dalam Hidup, dan Bergembira Memikul Salib.” Hidup OMK adalah peziarahan yang menjadi nyata ketika mereka mampu memutus mata rantai krisis yang mengancam kecerdasan iman, kesejahteraan hidup, dan kegembiraan memikul salib. Setiap materi, dialog, bahkan seni yang tersaji hari ini, mengingatkan bahwa iman yang matang lahir dari perjalanan yang jujur menghadapi tantangan zaman dan tekun mencari solusi yang memerdekakan.