Atambua, KeuskupanAtambua.org — Komisi-Komisi Keuskupan Atambua bersama para Deken, Vikaris Jenderal (Vikjen), dan Uskup Atambua, Mgr. Dominikus Saku, Pr, menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) pra-EVAPERCA di Aula Puspas lantai II Keuskupan Atambua, pada Selasa, 8 Oktober 2025. Rapat tersebut diadakan sebagai persiapan menuju kegiatan Evaluasi Perencanaan dan Rencana Kerja (EVAPERCA) yang dijadwalkan berlangsung pada bulan November mendatang.
Turut hadir dalam pertemuan itu Vikjen Keuskupan Atambua, Pater Vincent Wun, SVD, para Deken, serta Ketua dan Sekretaris Komisi-Komisi Keuskupan Atambua. Kegiatan ini menjadi ruang koordinasi awal bagi setiap komisi untuk mematangkan format dan modul EVAPERCA, sekaligus memperdalam refleksi atas berbagai problem pastoral yang selama ini dihadapi.
Dalam pengantar pembukaan, Vikjen Keuskupan Atambua mengajak seluruh peserta untuk berkonsentrasi penuh selama pembahasan berlangsung agar format dan modul EVAPERCA benar-benar lahir dari pendapat dan pendalaman bersama. Ia menegaskan bahwa keberhasilan EVAPERCA ditentukan oleh keseriusan semua pihak dalam menyiapkan rancangan evaluasi yang terukur dan kontekstual.
Sementara itu, dalam arahan awalnya, Uskup Atambua, Mgr. Dominikus Saku, Pr, menegaskan pentingnya semangat “Sentire cum Ecclesiae” dan “Sentire ut Ecclesiae” — yakni perasaan bersama dan memiliki Gereja yang hidup dan dinamis. Menurutnya, semangat kebersamaan ini menjadi fondasi utama dalam menyusun modul dan model evaluasi yang akan menjadi dasar pelaporan EVAPERCA.
Uskup Domi juga mengingatkan bahwa inovasi harus menjadi roh dalam setiap pelayanan pastoral, disertai kesadaran untuk menjaga marwah pelayanan Gereja agar tetap mencerminkan wajah Kristus yang melayani. Ia menyoroti kondisi pendidikan nasional yang belum kontributif terhadap pembangunan bangsa, dan karena itu, Gereja perlu menunjukkan dedikasi nyata dalam memajukan dunia pendidikan.
Lebih lanjut, Uskup menyinggung soal kedaulatan hidup yang terampas akibat kesalahan dalam pengelolaan kebijakan publik. Situasi tersebut, menurutnya, mencerminkan minimnya kesadaran rasional dan moral, yang akhirnya menimbulkan “kegelapan dalam hidup”. Ia menegaskan bahwa kegelapan itu lahir dari ketidaksadaran manusia akan tanggung jawab rasional dan moralnya.
Untuk menjawab tantangan ini, Uskup mengajak seluruh pelayan pastoral membangun internalisasi dan interiosisasi iman, yakni proses mendengarkan suara Tuhan dalam refleksi pribadi, menangkap pesan kehidupan, dan membiarkan cetus jiwa membimbing langkah pelayanan. Dengan demikian, Gereja dapat terus menjadi ruang yang hidup, tempat umat beriman mengalami pertumbuhan rohani sekaligus tanggung jawab sosialnya.
Rakor pra-EVAPERCA ini menjadi momentum awal bagi Keuskupan Atambua untuk meneguhkan arah pastoral yang inovatif, reflektif, dan humanis, demi memastikan seluruh karya dan pelayanan Gereja sungguh berakar pada semangat kebersamaan dan kesadaran iman yang matang.
Usai pendalaman bersama, peserta rapat serius merumuskan format EVAPERCA yang bakal digunakan. Formatnya dituangkan dalam pertanyaan-pertanyaan yang terklasifikasi dalam lima indikator yakni indikator input, indikator proses, indikator output, indikator outcame dan indikator impact. Pertanyaan-pertanyaan masih digodok hingga final dan akan disosialisasikan ke Dekenat dan Paroki.
Oleh Yudel Neno, Pr