Renungan Hari Minggu IV Masa Adven – KeuskupanAtambua.org – Perempuan dalam Skema Rencana Penyelamatan Allah – Oleh Rm. Yohanes Taeki Lae, Pr – Pastor di Paroki Tukuneno

Nubuat tentang kelahiran Mesias secara perlahan menjadi nyata. Menariknya, dalam skema rencana penyelamatan Allah, perempuan memiliki peran yang sangat signifikan dan mendesak. Maria dan Elisabet adalah dua perempuan yang ditempatkan dalam skema besar rencana Allah. Keduanya hadir dari latar belakang yang penuh keterbatasan—baik secara sosial, budaya, politik, maupun ekonomi—namun dipilih Allah untuk mewujudkan rencana penyelamatan-Nya.
Bacaan Injil hari ini, Minggu Adven IV (Lukas 1:39-45), mengisahkan perjumpaan Maria dan Elisabet. Perjumpaan ini bukan sekadar kunjungan biasa, tetapi menjadi pertemuan hati yang didasarkan pada kerinduan mendalam. Ini adalah pertemuan iman, yang berlangsung dalam kerangka besar kehendak Allah. Maria dan Elisabet adalah bagian dari rencana agung ini, dipilih langsung oleh Allah. Hal ini menjadi menarik, karena Injil Lukas sering kali memberikan perhatian khusus pada perempuan dibandingkan dengan Injil lainnya. Tidak heran jika William Barclay menyebut Lukas sebagai “the gospel of women”.
Potret perempuan yang menonjol dalam Injil Lukas terlihat sejak awal narasinya. Maria dan Elisabet dikisahkan sebagai dua perempuan yang berperan dalam rencana keselamatan Allah. Keduanya mengalami mukjizat kelahiran: Elisabet yang mandul mengandung di usia lanjut, sementara Maria mengandung oleh kuasa Roh Kudus. Elisabet melahirkan Yohanes, sang pendahulu (forerunner), dan Maria mengandung Yesus, Sang Mesias. Dalam skema ini, terdapat elemen-elemen yang saling terkait: malaikat Gabriel yang menampakkan diri kepada Zakaria dan Maria, kondisi Elisabet yang mandul, serta Maria yang seorang perawan. Keduanya melahirkan anak laki-laki, yang akan memiliki peran besar dalam rencana keselamatan Allah.
Perjumpaan antara Maria dan Elisabet penuh dengan sukacita dan kebahagiaan iman. Maria memberi salam kepada Elisabet, menyatakan kerinduan dan penguatan iman mereka yang sama-sama sedang mengandung. Lukas mencatat kebahagiaan yang dialami Elisabet, yang dengan rendah hati berkata, “Siapakah aku ini, sehingga ibu Tuhanku datang mengunjungi aku?” Pertanyaan ini mencerminkan kerendahan hati Elisabet, yang merasa tidak layak menerima Maria, ibu Sang Mesias.
Lukas juga menyingkapkan dimensi spiritual yang mendalam melalui tindakan Maria. Dalam kunjungannya, Maria menunjukkan spiritualitas “keluar dari diri”. Ia keluar dari egonya, dari kepentingan pribadinya, dan dari kerinduannya sendiri. Dengan cara yang sama, Yesus, bayi dalam kandungannya, nantinya juga akan melakukan hal-hal luar biasa, melampaui kebiasaan dan tradisi Yahudi pada zamannya. Kedatangan Yesus membawa sukacita, damai, dan pendamaian antara manusia dan Allah yang hubungan-Nya rusak oleh dosa. Karena itu, kunjungan Maria kepada Elisabet juga dapat dipahami sebagai kunjungan Yesus kepada Yohanes Pembaptis, pendahulunya.
Natal adalah perayaan sukacita. Elisabet dan Maria adalah dua perempuan yang dipilih Allah karena kedalaman hati mereka. Kunjungan Maria ke rumah Elisabet adalah pertemuan iman, yang menghasilkan sukacita sejati. Sukacita ini lahir dari upaya keluar dari zona nyaman dosa, untuk bertemu dengan sukacita sejati—Yesus, Sang Penyelamat, yang hadir dalam rahim Maria.
Tulisan ini mengingatkan kita bahwa dalam setiap rencana Allah, perempuan memiliki tempat yang penting. Mereka menjadi tanda kasih dan kehadiran Allah yang nyata, melalui kerendahan hati dan ketaatan mereka terhadap panggilan-Nya. Mari kita belajar dari Maria dan Elisabet untuk hidup dalam iman, kerendahan hati, dan sukacita sejati.
Editor : Yudel Neno, Pr