Fatuoni, Senin, 17 Maret 2025 – KeuskupanAtambua.com – Suasana penuh semangat menyelimuti pertemuan antara Bapak Uskup Atambua, Mgr. Dominikus Saku, Pr, dengan Sancho Soares Marques, Direktur PT Timor FAM Nusantara, beserta timnya. Kunjungan ini berlangsung pada Senin, 17 Maret 2025, setelah Bapak Uskup memberikan rekoleksi kategorial hari pertama di Dekenat Mena.
PT Timor FAM Nusantara sendiri berlokasi di Maukabatan, Kecamatan Biboki Anleu, Paroki Fatuoni, Keuskupan Atambua, Kabupaten TTU, dan bergerak di bidang pertanian serta peternakan dengan pendekatan inovatif yang dikenal sebagai Metode Nusantara.
Dalam kunjungan ini, Bapak Uskup didampingi oleh Rm. Yohanes Seran Nahak, Pr (Deken Dekenat Mena), Rm. Frans Naikofi, Pr (Pastor Paroki Fatuoni), Dewan Pastoral Paroki (DPP), para Suster, Rm. Zebedeus Nahas, Pr (Kepala SMAK Santa Filomena Mena), serta Ibu Kepala SMAK Harneno. Pak Sancho dan timnya menyambut hangat kehadiran Bapak Uskup yang tertarik untuk belajar lebih dalam tentang pertanian dan peternakan berkelanjutan.
Dalam pertemuan ini, berbagai aspek penting dalam pengelolaan peternakan dan pertanian dibahas, termasuk peran gereja dalam mendukung pemberdayaan umat melalui sektor pertanian dan peternakan.
Pak Sancho menjelaskan bahwa sistem peternakan yang mereka kembangkan berfokus pada penggunaan pakan organik dengan formulasi khusus. Prinsip utama yang diterapkan adalah tidak menggunakan sisa makanan sebagai pakan, tetapi memastikan keseimbangan kandungan protein dan energi dalam formula yang telah dirancang.
“Saat ini, kami masih dalam tahap eksperimen untuk menyempurnakan komposisi pakan yang ideal. Kami juga merancang sistem kandang yang memperhatikan kesejahteraan hewan, sehingga mereka tumbuh sehat dan tidak mengalami ketidakseimbangan tubuh,” jelas Pak Sancho.
Selain peternakan, beliau juga berbagi pandangan tentang pentingnya pertanian yang mandiri dan berkelanjutan. PT Timor FAM Nusantara berupaya mengurangi ketergantungan petani pada pupuk bantuan pemerintah dengan mendorong penggunaan pupuk organik dari sumber daya alam yang tersedia.
Meskipun menghadapi berbagai tantangan dalam tahap awal pengembangan, PT Timor FAM Nusantara tetap berkomitmen menjalankan program ini. Sistem pertanian yang mereka kembangkan mencakup lahan kering seluas 23 hektare di Desa Maukabatan untuk pertanian dan peternakan, lahan basah seluas 18 hektare di Desa Oesoko, Kecamatan Insana Utara, serta 60 hektare di Desa Sekon, Kecamatan Insana, yang direncanakan untuk pengembangan ternak ruminansia seperti sapi dan kambing.
Saat ini, lahan yang sudah dikelola mencapai total 35 hektare, terdiri dari 20 hektare di Desa Maukabatan dan 15 hektare di Desa Oesoko. Pak Sancho menegaskan bahwa kesejahteraan petani adalah faktor fundamental dalam pembangunan bangsa. Menurutnya, jika petani tidak sejahtera, maka kedaulatan negara juga belum dapat dikatakan kuat.
Menanggapi berbagai inovasi yang dipaparkan, Bapak Uskup memberikan apresiasi yang tinggi terhadap upaya PT Timor FAM Nusantara. Beliau menyatakan ketertarikannya untuk memahami lebih dalam tentang formulasi pakan organik, termasuk bahan dasar pembuatan pelet serta proses pembuatannya.
Menurut Bapak Uskup, gereja tidak hanya bertanggung jawab atas pembinaan rohani umat, tetapi juga harus turut serta dalam pemberdayaan ekonomi mereka. Beliau menekankan pentingnya membangun ekosistem pertanian yang lebih luas melalui kemitraan dengan berbagai pihak.
“Ketahanan ekonomi umat sangat penting agar mereka semakin kuat dalam menghadapi tantangan hidup,” ujar Bapak Uskup. Selain itu, beliau juga menyoroti pentingnya transformasi pendidikan di sekolah-sekolah Katolik. Ia mengusulkan konsep Sekolah Plus, yaitu sistem pendidikan yang tidak hanya berfokus pada aspek akademik, tetapi juga mengembangkan kreativitas dan produktivitas siswa dalam bidang pertanian dan ekonomi.
Sebagai bagian dari program pemberdayaan, PT Timor FAM Nusantara telah mendirikan Sentra Pelatihan Tani Merdeka, yang menggunakan pendekatan Metode Nusantara dalam pengelolaan pertanian. Saat ini, mereka telah mengelola 22 hektare lahan kering, dengan 20 hektare yang sudah diolah, serta 15 hektare lahan basah untuk pertanian.
Bapak Uskup berharap, tempat seperti yang dikelola Pak Sancho dapat menjadi inspirasi bagi sekolah-sekolah Katolik dalam menciptakan kurikulum yang lebih aplikatif dan relevan.
Diskusi ini mencerminkan sinergi yang kuat antara gereja dan dunia pertanian dalam menciptakan ekosistem yang mandiri dan berkelanjutan. Dengan kolaborasi yang baik, diharapkan umat semakin diberdayakan dan pertanian yang berdaulat dapat terwujud, membawa kesejahteraan bagi banyak orang.
Oleh Yudel Neno, Pr