KeuskupanAtambua.org – Sebutir Kenangan dan Testimoni : Mgr. Petrus Turang, Sahabat Peziarah Sejati – Oleh: Pater Gregor Neonbasu, SVD – (Ketua Pengurus YAPENKAR 2008–2018)
Tulisan ini merupakan sebutir kenangan indah dan testimoni pribadi dari saya, Pater Gregor Neonbasu, SVD, berdasarkan pengalaman langsung bersama Uskup Emeritus Keuskupan Agung Kupang, Mgr. Petrus Turang, selama menjabat sebagai Ketua Pengurus Yayasan Pendidikan Katolik Arnoldus (YAPENKAR) selama dua periode, 2008–2018.
Sepanjang tahun-tahun itu, saya sering berkunjung ke Istana Keuskupan di Oepoi, Kupang. Namun, setiap kunjungan bukan sekadar menjumpai seorang Uskup Agung; bukan pula hanya bertemu seorang Anggota Pembina Yayasan; bahkan tidak hanya sebagai orang yang lebih senior dari saya. Sosok yang saya kunjungi adalah seorang sahabat, rekan seperjalanan, dan teman sejati, yang dengan gaya khasnya menyodorkan berbagai “jurus hidup”—terlebih di saat saya “diborgol” oleh kompleksitas pengelolaan YAPENKAR.
Orang yang Bersahabat
Sahabat bisa ditemukan di mana-mana, bahkan dalam relasi yang kadang dibentuk oleh kesamaan kepentingan sesaat. Tapi Mgr. Petrus Turang adalah sahabat sejati. Selama satu dekade masa kepengurusan saya di YAPENKAR, beliau senantiasa memperlakukan setiap orang dengan penuh penghargaan sebagai teman sekerja Allah. Dalam banyak pertemuan yang menyangkut urusan yayasan dan UNIKA, ia selalu berkata:
“Jadikanlah semua dosen dan pegawai serta staf di lingkungan YAPENKAR dan UNIKA sebagai sahabat dan rekanmu. Dengan demikian, pantas dan layaklah mereka menjadi teman-teman kerja Allah.”
Kalimat ini menjadi mantra peneguh dalam menjalankan tugas saya yang awalnya saya rasa tidak sesuai dengan bidang keahlian saya di antropologi. Ketika saya sampaikan keberatan saya pada tahun 2008, beliau menjawab tegas:
“Tidak… you, you… harus di sini.”
Ketegasan itu bukan paksaan, tapi pemanggilan yang meyakinkan, karena beliau tahu, menjadi Pengurus YAPENKAR bukan hanya soal manajemen, tapi soal membangun relasi kemanusiaan dan spiritualitas pelayanan.
Uskup Peziarah yang Sederhana
Kesederhanaan adalah napas hidup Mgr. Petrus Turang. Ia berbicara apa adanya, tidak berkedok, tidak memanipulasi, dan tidak berputar-putar. Kata-katanya seringkali lugas, tegas, bahkan kadang keras, namun hatinya lembut, terbuka, dan tulus. Ia memang tidak lihai dalam basa-basi, namun sangat ahli dalam menyampaikan kebenaran secara kontekstual.
Moto episkopalnya, Per transiit benefaciendo – “Ia (Yesus) berkeliling sambil berbuat baik” (Kis 10:38), bukan hanya kutipan, tetapi roh yang hidup dalam seluruh pelayanan dan tutur katanya. Ia selalu berkata:
“Jalanilah dari hati ke hati, berkeliling sambil berbuat baik.”
Dan saya menyaksikan sendiri bagaimana ia mempraktikkan itu: dari ruang pertemuan hingga pelosok paroki, dari aula besar hingga perbincangan kecil di sudut istana keuskupan.
Hidup yang Seimbang
Dalam salah satu RUA Pembina di Hotel NAKA Kupang, bersama almarhum Mgr. Vincentius Potokota (Uskup Agung Ende), beliau berkata bahwa karya pendidikan harus berjalan seimbang antara fisik dan rohani, antara dunia dan kekekalan. Ia mengingatkan:
“Sebagai imam, hendaknya kita selalu berdiri teguh di atas iman dan pengharapan. Jangan mengambil hak orang lain. Jangan tenggelam dalam urusan ekonomi atau politik. Setialah pada misi sebagai imam Tuhan.”
Saya terkesan betul dengan kejelasan prinsip yang beliau pegang, bahkan saat kadang berbeda perspektif. Dalam satu rapat, ketika beliau sering menginterupsi laporan saya, saya sempat membalas dengan nada tinggi: “Sabar dulu Mgr…”. Namun setelah rapat, ia datang menghampiri sambil bercanda:
“Pater tadi marah ko?”
Itulah Mgr. Petrus: tegas, spontan, tapi tidak pernah menyimpan dendam. Marahnya hanya sebentar, hatinya selalu siap berdamai.
Kebenaran yang Kontekstual
Dalam sambutan Mgr. Canisius Mandagi, MSC di Katedral Jakarta, 4 April 2025, atas nama KWI, ditegaskan bahwa Mgr. Petrus Turang adalah pengajar kebenaran sejati. Kebenaran baginya bukan hanya ajaran, tetapi harus menyatu dengan praktik keadilan, kesetiaan, relasi yang sehat dan keberpihakan kepada umat kecil.
Dalam setiap RUA Pembina, ia selalu menekankan pentingnya mendukung pengembangan pendidikan yang bermartabat, dengan fokus pada nilai spiritual dan solidaritas lintas iman. Ia berkata:
“Sebelum bicara soal solidaritas lintas iman, bangun dulu rumah iman dalam hati pegawai dan dosen.”
Rumah iman inilah yang menjadi fondasi kokoh dalam pelayanan YAPENKAR dan UNIKA.
Pencinta Damai dan Cinta
Mgr. Petrus Turang adalah pencari damai. Ia cepat marah, namun cepat pula berdamai. Ia tidak menyimpan luka, tidak dendam, dan selalu ingin berdialog. Bahkan terhadap umat dari lintas golongan, cintanya tidak terbatas. Ia tidak menunggu media meliput, tidak mengejar panggung, tetapi diam-diam memberi dan terus memberi, seperti air yang mengalir tak henti.
Penutup
Bagi saya, Mgr. Petrus Turang adalah soko guru kehidupan rohani dan sahabat peziarah sejati. Ia seorang uskup yang menghidupi kebenaran dalam konteks nyata, yang selalu mendorong setiap insan untuk melayani tanpa pamrih, dan yang hidupnya adalah litani dari seribu satu kebaikan kecil yang menjahit dunia menjadi rumah iman dan kasih.
Selamat jalan, Uskup Peziarah. Hidupmu akan terus kami kenang, dan teladanmu akan menjadi peta peziarahan iman kami menuju Allah yang Kudus.
Penulis : Pater Greg Neonbasu, SVD
Editor : Rm. Yudel Neno, Pr