KeuskupanAtambua.org – Refleksi Teologis – Memaknai Tahun Jubileum sebagai Tahun Rahmat Tuhan – Rm. Yudel Neno, Pr
Pendahuluan
Tahun Jubileum merupakan salah satu wujud nyata dari Rahmat Allah yang memanggil umat manusia untuk memperbarui hubungan dengan Allah, sesama, dan seluruh ciptaan. Perayaan ini bukan sekadar ritual liturgis, melainkan sebuah momen refleksi teologis yang mendalam tentang kasih Allah yang memulihkan dan membebaskan. Sebagai tonggak sejarah yang telah ditetapkan sejak Imamat, Tahun Jubileum mengajarkan pentingnya keadilan sosial, pemulihan harmoni, dan tanggung jawab ekologis.
Dalam kerangka modern, Paus Fransiskus melalui Bulla Spes Non Confundit (Pengharapan yang Tidak Mengecewakan) mengaktualisasikan pesan ini untuk menjawab tantangan global seperti krisis ekologis, ketidakadilan sosial, dan eksploitasi ciptaan. Dalam terang kasih Allah yang tidak mengecewakan, perayaan Tahun Rahmat Tuhan menjadi panggilan bagi seluruh umat manusia untuk bertobat dan bertindak nyata demi menciptakan dunia yang penuh kasih, damai, dan keberlanjutan.
Tahun Jubileum sebagai Perintah Allah untuk Keharmonian Ciptaan
Sumber: Imamat 25:10, Imamat 25:23, Spes Non Confundit (Artikel 3)
Dalam Imamat 25:10, Allah menetapkan Tahun Yobel sebagai momen istimewa yang menjadi tonggak pembebasan, pemulihan hak milik, dan penghentian eksploitasi terhadap tanah dan manusia. Setiap lima puluh tahun, Tahun Yobel dirancang sebagai pengingat akan keadilan sosial dan keseimbangan yang dikehendaki Allah bagi umat-Nya. Allah menegaskan bahwa segala sesuatu di bumi adalah milik-Nya, seperti ditegaskan dalam Imamat 25:23, yang menyebut bahwa manusia hanyalah pengelola sementara ciptaan. Prinsip ini menuntut tanggung jawab besar dari umat untuk memelihara keharmonisan ciptaan melalui keadilan sosial, ekonomi, dan ekologi. Perintah ini bertujuan untuk menjaga agar setiap individu dapat hidup dalam kesejahteraan bersama, tanpa adanya eksploitasi berlebihan atau ketimpangan sosial yang merusak tatanan masyarakat.
Secara historis, perintah ini diberikan dalam konteks kehidupan bangsa Israel yang sangat bergantung pada tanah sebagai sumber kehidupan utama. Tanah bukan sekadar sumber penghidupan, tetapi juga Simbol Berkat Allah yang harus dikelola dengan penuh tanggung jawab. Tahun Yobel menjadi cara Allah untuk mencegah ketimpangan struktural, memastikan keseimbangan, dan menjaga relasi sosial yang adil. Dalam perintah ini, Allah tidak hanya mengingatkan bangsa Israel untuk memulihkan hubungan mereka dengan sesama, tetapi juga dengan ciptaan. Dengan menghentikan eksploitasi tanah dan memberi waktu pemulihan bagi alam, Tahun Yobel menjadi tanda bahwa Allah peduli terhadap seluruh ciptaan dan menghendaki manusia untuk memperlakukan alam dengan hormat dan tanggung jawab.
Dalam kerangka tersebut, Paus Fransiskus dalam Bulla Spes Non Confundit (Artikel 4) mengaktualisasikan makna Tahun Jubileum sebagai momen refleksi dan pembaruan bagi umat manusia di tengah krisis ekologis modern. Prinsip yang diangkat dari Imamat 25:10 dan Imamat 25:23 memberikan landasan etis dan spiritual bagi tanggung jawab manusia terhadap ciptaan. Paus menekankan bahwa dalam konteks modern, Tahun Jubileum harus menjadi waktu untuk menghentikan tindakan destruktif yang telah merusak harmoni ciptaan. Lebih dari itu, Paus menyoroti pentingnya pengharapan sebagai kekuatan transformatif yang berakar pada kasih Allah. Pengharapan ini, sebagaimana dijelaskan dalam tema besar Pengharapan yang Tidak Mengecewakan, bukanlah sikap pasif tetapi panggilan untuk bertindak nyata dalam solidaritas, keadilan, dan kasih.
Sebagai sikap aktif dan partisipatif, pengharapan mengarahkan manusia untuk memulihkan relasi mereka dengan alam sebagai bagian dari rencana besar Allah bagi dunia. Paus Fransiskus menggarisbawahi bahwa manusia tidak boleh menjadi penguasa yang serakah atas ciptaan, tetapi harus menghayati peran sebagai pengelola yang bijaksana dan penuh kasih. Prinsip-prinsip yang diuraikan dalam Imamat menjadi pedoman untuk membangun kembali harmoni dengan ciptaan, mengatasi dampak kerusakan lingkungan, dan menciptakan masa depan yang berkelanjutan bagi generasi mendatang.
Dengan demikian, perintah Tahun Yobel dalam Imamat 25 dan refleksi Teologis Paus Fransiskus dalam Spes Non Confundit saling melengkapi dalam menegaskan pentingnya keadilan, tanggung jawab, dan pengharapan dalam menjaga keutuhan ciptaan. Tahun Jubileum bukan hanya menjadi momen ritual, tetapi juga panggilan untuk memperbarui relasi manusia dengan Allah, sesama, dan seluruh ciptaan, serta untuk bertindak dalam kasih demi memulihkan dunia sebagai rumah bersama yang penuh damai dan keberlanjutan.
Tahun Rahmat Tuhan dalam Nubuat Nabi Yesaya
Sumber: Yesaya 61:1-2, Spes Non Confundit (Artikel 7)
Dalam Yesaya 61:1-2, Nabi Yesaya menyampaikan pesan yang penuh harapan kepada Bangsa Israel yang berada dalam situasi pembuangan di Babilonia. Pembuangan ini bukan hanya menjadi pengalaman fisik kehilangan tanah air, tetapi juga pengalaman spiritual kehilangan identitas sebagai umat pilihan Allah. Dalam konteks ini, pesan Yesaya menjadi seruan profetik yang mengangkat martabat bangsa Israel, menegaskan bahwa Allah tetap hadir di tengah penderitaan mereka. Pesan pembebasan yang disampaikan Yesaya mencakup pemulihan bagi orang-orang yang remuk hati, kabar baik bagi yang miskin, dan pembebasan bagi mereka yang tertawan dan terpenjara. Lebih dari sekadar aspek fisik, teks ini membawa visi pembaruan spiritual yang mendalam, di mana umat diajak untuk kembali kepada Allah dan mengalami kasih serta pemulihan-Nya.
Secara historis, teks ini muncul dalam fase yang dikenal sebagai “Yesaya Ketiga,” ketika Bangsa Israel tengah menghadapi tantangan besar dalam membangun kembali identitas mereka setelah kembali dari pembuangan. Ayat-ayat ini menggambarkan karya penyelamatan Allah yang melampaui batasan material dan mengarahkan umat kepada harmoni yang didasarkan pada keadilan, kasih, dan solidaritas. Pesan Yesaya menjadi gambaran profetik tentang rencana besar Allah yang tidak hanya berfokus pada pembebasan fisik tetapi juga transformasi rohani yang mendalam bagi umat-Nya.
Paus Fransiskus dalam Bulla Spes Non Confundit (Artikel 7) mengaktualisasikan pesan yang temakhtub dalam kesaksian Nabi Yesaya dalam konteks modern, dengan mengaitkannya pada panggilan untuk bertindak dalam kasih yang tidak mengecewakan. Mengacu pada pengharapan yang dijelaskan dalam Roma 5:5, Paus menekankan bahwa kasih Allah yang dicurahkan melalui Roh Kudus adalah dasar yang tak tergoyahkan bagi manusia untuk bertindak dengan penuh belas kasih dan tanggung jawab terhadap sesama. Pesan pembebasan dalam Yesaya 61:1-2, sebagaimana dipahami oleh Paus, tidak hanya relevan bagi Bangsa Israel di masa lampau, tetapi juga menjadi panggilan universal untuk memulihkan martabat manusia yang seringkali direndahkan oleh ketidakadilan sosial, penindasan, dan eksploitasi.
Dalam konteks dunia saat ini, Paus Fransiskus melihat bahwa pesan Yesaya tentang tahun rahmat Tuhan harus diterjemahkan ke dalam tindakan nyata yang mencerminkan keadilan sosial dan solidaritas universal. Pesan ini menjadi panggilan bagi semua umat manusia untuk melampaui sekadar belas kasihan sementara, menuju komitmen jangka panjang untuk menciptakan harmoni dalam hubungan sosial dan ekologis. Paus menegaskan bahwa kasih yang tidak mengecewakan bukanlah sikap pasif, melainkan kekuatan transformasi yang memanggil umat manusia untuk bertindak dengan keberanian, terutama dalam menghadapi tantangan besar seperti kemiskinan, ketidaksetaraan, dan kerusakan lingkungan.
Dengan demikian, latar belakang Yesaya 61:1-2 memberikan landasan bagi refleksi Teologis Paus Fransiskus dalam Spes Non Confundit, yang menekankan pentingnya pengharapan sebagai dorongan untuk bertindak dalam kasih dan keadilan. Pesan profetik ini tidak hanya menawarkan penghiburan tetapi juga menjadi panggilan untuk memulihkan martabat manusia dan menciptakan harmoni yang mencerminkan kasih Allah. Tahun rahmat Tuhan, sebagaimana digambarkan oleh Yesaya dan diaktualisasikan oleh Paus Fransiskus, adalah momen pembaruan relasi manusia dengan Allah, sesama, dan seluruh ciptaan melalui pengharapan yang tidak pernah mengecewakan.
Yesus sebagai Penggenapan Tahun Rahmat Tuhan
Sumber: Lukas 4:18-19, Yesaya 61:1-2, Spes Non Confundit (Artikel 9)
Yesus, dalam Lukas 4:18-19, mengutip Yesaya 61:1-2 di Sinagoge Nazaret, menyatakan diri-Nya sebagai penggenapan tahun rahmat Tuhan. Misi-Nya mencakup pembebasan bagi yang tertindas dan pemulihan martabat bagi yang miskin. Dengan tindakan ini, Yesus menegaskan bahwa tahun rahmat Tuhan kini hadir dalam diri-Nya, membawa kabar baik kepada semua orang.
Dengan demikian, apa yang dimulai dalam Imamat 25:10 dengan pengudusan tahun ke-50 sebagai Tahun Yobel, yang ditandai dengan pembebasan bagi mereka yang tertawan dan pemulihan bagi penduduk negeri, kemudian dilanjutkan oleh Nabi Yesaya melalui pesan profetiknya. Dalam kuasa urapan Tuhan, Nabi Yesaya menyampaikan kabar baik kepada orang-orang sengsara, merawat mereka yang remuk hati, dan memberitakan pembebasan bagi para tawanan serta kelepasan bagi mereka yang terkurung (Yesaya 61:1-2). Semua ini menemukan penggenapannya secara sempurna dalam diri Tuhan Yesus Kristus. Melalui pelayanan-Nya, Yesus menyatakan bahwa kehadiran tahun rahmat Tuhan telah dekat, menjadikan diri-Nya penggenapan janji pembebasan dan pemulihan Allah bagi seluruh umat manusia (Lukas 4:18-19).
Selanjutnya, Paus Fransiskus dalam Bulla Spes Non Confundit, menekankan bahwa Kristus mengundang umat manusia untuk bertobat dan memperbarui hubungan mereka dengan Allah, sesama, dan ciptaan sebagaimana Kristus sendiri telah memulainya.
Pengharapan yang Tidak Mengecewakan
Sumber: Roma 5:5, Spes Non Confundit (Artikel 10)
Santo Paulus dalam Roma 5:5 menyatakan bahwa pengharapan tidak mengecewakan karena berakar pada kasih Allah yang telah dicurahkan ke dalam hati manusia melalui Roh Kudus. Pernyataan ini muncul dalam konteks pemikiran Paulus yang mendalam tentang penderitaan, pengharapan, dan kasih Allah yang melampaui segala situasi manusia. Dalam Roma 5:1-4, Paulus menjelaskan bahwa pengharapan lahir dari iman yang menghasilkan ketekunan, ketekunan yang membangun tahan uji, dan tahan uji yang memunculkan pengharapan. Dengan pengharapan yang berlandaskan kasih Allah, umat dapat menghadapi tantangan dunia tanpa kehilangan kepercayaan akan pemeliharaan dan belas kasih-Nya.
Latar belakang teks ini dapat ditelusuri dalam pengalaman Paulus sendiri, yang sering menghadapi penderitaan dalam pelayanan misionernya. Pengharapan bagi Paulus bukanlah pengharapan yang rapuh atau abstrak, tetapi keyakinan yang kokoh bahwa kasih Allah nyata dalam Roh Kudus, yang memperbarui dan menguatkan umat di tengah tantangan hidup. Pengharapan ini mencerminkan hubungan yang individuali manusia dengan Allah, yang menyentuh tidak hanya dimensi spiritual tetapi juga panggilan untuk memperbaiki hubungan dengan sesama dan seluruh ciptaan.
Selanjutnya, Paus Fransiskus dalam Spes Non Confundit (Artikel 10) mengaitkan pemikiran Paulus tentang pengharapan dengan tanggung jawab manusia terhadap ciptaan. Paus menegaskan bahwa pengharapan yang berakar pada kasih Allah tidak hanya memberi kekuatan untuk bertahan dalam kesulitan, tetapi juga menjadi dasar untuk bertindak dalam kasih, solidaritas, dan keadilan ekologis. Dalam konteks modern, pengharapan ini memanggil umat manusia untuk mengatasi individualisme, ketidakpedulian, dan eksploitasi terhadap ciptaan, yang menjadi ancaman besar bagi kehidupan bersama di dunia.
Melalui pengharapan yang tidak mengecewakan, manusia diajak untuk memperbaiki hubungan yang rusak dengan ciptaan, merespons panggilan Allah untuk menjaga bumi sebagai Rumah Bersama. Dalam Spes Non Confundit, Paus Fransiskus menekankan bahwa pengharapan ini harus diterjemahkan ke dalam tindakan konkret yang memulihkan harmoni dengan lingkungan, membawa keadilan bagi yang tertindas, dan menciptakan keberlanjutan demi generasi mendatang. Dengan demikian, pengharapan menjadi kekuatan transformasi yang tidak hanya membarui iman, tetapi juga kehidupan sosial dan ekologi manusia.
Aktualisasi Tahun Rahmat Tuhan dalam Spes Non Confundit
Sumber: Spes Non Confundit (Artikel 12, 13)
Dalam Spes Non Confundit, Paus Fransiskus menyerukan agar Tahun Jubileum dijadikan sebagai waktu pertobatan ekologis dan pembaruan spiritual. Ia mengingatkan bahwa dosa ekologis adalah pelanggaran terhadap kehendak Allah, yang memanggil manusia untuk menjaga ciptaan-Nya. Tahun Jubileum menjadi panggilan untuk bertindak nyata dalam menciptakan keadilan sosial dan keberlanjutan lingkungan, mewujudkan kasih Allah dalam tindakan yang nyata.
Kesinambungan Teologis tentang Tahun Rahmat Tuhan
Sumber: Imamat 25:10, Yesaya 61:1-2, Lukas 4:18-19, Roma 5:5, Spes Non Confundit (Artikel 14)
Teks-teks dari Imamat, Yesaya, Lukas, dan Roma, serta Spes Non Confundit, membentuk kesinambungan teologis tentang pembebasan, pemulihan, dan pengharapan. Jika Imamat 25:10 berbicara tentang keadilan sosial dan ekologis, Yesaya 61:1-2 memperluasnya dengan visi pembebasan spiritual. Yesus dalam Lukas 4:18-19 menghadirkan penggenapan janji itu dalam diri-Nya, mengundang manusia untuk mengalami pemulihan yang mendalam dengan Allah. Paus Fransiskus menerjemahkan pesan ini dalam konteks modern dengan menyerukan pertobatan dan tindakan nyata untuk menjaga keutuhan ciptaan.
Kesimpulan
Tahun Jubileum sebagai tahun rahmat Tuhan bukan hanya menjadi sebuah perayaan, melainkan sebuah panggilan iman yang mengajak umat untuk memperbarui relasi mereka dengan Allah, sesama, dan ciptaan. Dengan dasar biblis dari Imamat 25:10, Yesaya 61:1-2, Lukas 4:18-19, dan Roma 5:5, serta refleksi teologis dari dokumen Spes Non Confundit oleh Paus Fransiskus, Tahun Jubileum menghadirkan pesan pembebasan, pemulihan, dan pengharapan yang mendalam. Jika dalam Imamat perintah ini berakar pada keadilan sosial dan ekologis, maka Yesaya memperluasnya dengan pesan profetik tentang pembebasan spiritual, yang pada akhirnya digenapi oleh Yesus dalam pelayanan-Nya di dunia.
Paus Fransiskus mengaktualisasikan pesan ini ke dalam konteks modern dengan menekankan pertobatan ekologis dan solidaritas universal sebagai tanggapan atas tantangan dunia saat ini. Melalui pengharapan yang tidak mengecewakan, umat manusia diajak untuk tidak hanya merenungkan tetapi juga bertindak nyata untuk menciptakan harmoni dengan sesama dan seluruh ciptaan. Tahun Jubileum adalah panggilan untuk menghidupi kasih Allah yang nyata, bertindak dalam keadilan, dan merawat dunia ini sebagai rumah bersama yang penuh rahmat dan kasih untuk generasi mendatang.
Sumber Bacaan :
- Kitab Suci, terutama pada teks-teks yang dipilih
- Bulla Spes non Confundit
- Ensiklik Laudato Si’
- Anjuran Apostolik Laudate Deum
Ditulis oleh Rm. Yudel Neno, Pr