KeuskupanAtambua.org – Dari Keputusasaan Menuju Harapan: Jalan Orang Muda Menurut Bapa Suci Paus Fransiskus – oleh Rm. Yudel Neno, Pr
Pendahuluan
Tulisan di atas merupakan refleksi tajam dari Paus Fransiskus terhadap realitas kompleks yang dihadapi oleh Orang Muda dalam dunia kontemporer. Dalam pengantarnya pada Pesan kepada Orang Muda Katolik dalam Hari Orang Muda Sedunia ke-39, Paus tidak hanya mengangkat fenomena keputusasaan sebagai realitas sosial, tetapi juga sebagai krisis eksistensial yang merongrong harapan, membekukan impian, dan mengaburkan arah hidup kaum muda.
Dunia yang Menggerus Harapan
Paus Fransiskus menunjukkan bahwa dunia saat ini dipenuhi dengan tragedi kemanusiaan—perang, kemiskinan ekstrem, migrasi paksa, krisis lingkungan, serta ketimpangan sosial—yang tidak hanya menyentuh aspek jasmani, tetapi juga menghancurkan spiritualitas dan mentalitas kaum muda. Mereka ditarik ke dalam pusaran ketidakpastian, hingga impian yang semula begitu murni berubah menjadi beban yang tidak mampu mereka pikul. Dunia menciptakan lanskap batin yang penuh dengan kehampaan, di mana “masa depan” menjadi konsep yang jauh dan tidak terjangkau.
Tawanan Kebosanan dan Kemurungan
Dalam terang pemikiran Paus, kebosanan dan kemurungan bukanlah sekadar emosi sesaat, tetapi penjara batin yang membelenggu Orang Muda. Ketika sistem sosial gagal memberi ruang bagi kreativitas dan partisipasi aktif, Orang Muda menjadi korban pasif dari tatanan yang stagnan. Keterasingan ini memperbesar kemungkinan mereka untuk mencari pelarian dalam bentuk-bentuk yang merusak, seperti kekerasan, narkoba, pornografi, atau ideologi ekstrem.
Realitas Ilusi dan Pelanggaran
Paus secara profetik mengingatkan bahwa dalam keputusasaan, ilusi menjadi candu. Dunia digital, misalnya, menyediakan ruang eskapisme yang tampak ideal tetapi hampa akan makna sejati. Orang Muda tergoda untuk membangun identitas maya yang terlepas dari realitas konkret hidup mereka. Dalam dunia seperti ini, pelanggaran atas nilai-nilai moral dan kemanusiaan menjadi tampak ‘normal’. Paus menyebut ini sebagai jebakan zaman yang harus diwaspadai.
Seruan untuk Membalik Keadaan: Menyalakan Harapan
Namun Paus Fransiskus tidak berhenti pada kritik. Ia membawa pesan profetik sekaligus pastoral: harapan tidak mengecewakan (Spes non confundit). Ia mengajak Orang Muda untuk bangkit sebagai pelaku perubahan, bukan korban zaman. Dalam iman Kristiani, harapan bukan ilusi, melainkan daya kekuatan yang berasal dari pengalaman kasih Allah yang nyata dalam Kristus. Orang Muda dipanggil untuk menjadi tanda-tanda kehidupan baru di tengah keputusasaan, untuk menjadi pembawa terang dalam kegelapan zaman.
Pendekatan Pastoral yang Humanis dan Inklusif
Paus juga menyerukan kepada Gereja agar hadir sebagai rumah yang mendampingi dan memampukan Orang Muda untuk bermimpi kembali. Gereja tidak boleh hanya menjadi pengamat tragedi, melainkan menjadi “ibu” yang memahami, mendengarkan, dan berjalan bersama mereka. Ini adalah model Gereja sinodal, yang membuka ruang bagi partisipasi aktif kaum muda dan mempercayai mereka sebagai pewarta masa kini dan masa depan.
Kesimpulan
Pesan Paus Fransiskus adalah kritik dan harapan dalam satu tarikan nafas. Ia menantang Orang Muda untuk tidak menyerah, dan Gereja untuk tidak diam. Dalam dunia yang mudah menyeret jiwa muda ke dalam keputusasaan dan kekosongan, Paus menyodorkan harapan sebagai kekuatan revolusioner. Maka, menjadi Orang Muda Katolik hari ini berarti menjadi penyalur harapan, penentang budaya mati rasa, dan penjaga api iman yang menyala di tengah zaman yang gelap.