Mena, Jumat, KeuskupanAtambua.org – Ratusan Peserta mengikuti rekoleksi kategorial Tingkat Dekenat Mena pada Senin, 17 Maret 2025.
Kegiatan rekoleksi dipimpin langsung oleh Bapak Uskup Atambua, Mgr. Dominikus Saku, Pr., dan dibuka oleh Deken Dekenat Mena, Rm. Yohanes Seran Nahak, Pr.
Dalam sambutannya, Rm. Yohanes menyampaikan rasa syukur atas terselenggaranya rekoleksi hari ini serta menegaskan bahwa rekoleksi bukan sekadar ritual, tetapi merupakan kesempatan untuk memperbarui iman dan pengharapan. Ia mengajak seluruh peserta untuk tetap setia dan bersemangat mengikuti rekoleksi hingga selesai, karena di dalam Tuhan selalu ada harapan.
Kegiatan rekoleksi dihadiri oleh berbagai unsur, termasuk para imam, suster, frater, Dewan Pastoral Paroki dan Dewan Keuangan Paroki, serta perwakilan kelompok kategorial seperti TPL dan TPK. Selain itu, hadir pula Camat, Kepala Desa, Kepala Sekolah, dan para katekis serta katekista yang turut serta dalam refleksi rohani ini.
Dalam renungan mimbar, Bapak Uskup mengangkat tema Pertobatan Ekologis di Era Krisis Pengharapan dengan bacaan Kitab Suci dari Lukas 15:11-32 dan Roma 5:1-11.
Uskup mengutip pemikiran Paus Fransiskus dalam Bulla Spes Non Confundit (Harapan yang tidak Mengecewakan) tentang pentingnya terus mengobarkan harapan. Ia juga menjelaskan konsep ekologi dalam dua aspek, yaitu rumah dunia sebagai satu kesatuan semesta dan alam semesta sebagai ciptaan yang harus dihormati.
Lebih lanjut, Uskup Atambua menyoroti pentingnya inovasi dalam karya pastoral, mengingatkan bahwa bekerja hanya berdasarkan kebiasaan tidak akan membawa perubahan berarti.
Salah satu tantangan besar yang dihadapi Gereja saat ini adalah berkurangnya pemahaman umat terhadap Sakramen Pengakuan Dosa, yang sering dianggap sebagai “sacrament of empty words” atau sakramen yang tidak lagi memiliki makna mendalam bagi banyak orang.
Ia menekankan bahwa umat Allah harus memiliki imunitas religius-teologis, yaitu keyakinan mendalam bahwa Allah adalah satu-satunya kekuatan dan harapan sejati.
Dalam refleksi lebih lanjut, Uskup menyinggung tantangan era digital, di mana media sosial sering kali menjadi ruang manipulasi dan rekayasa informasi. Ia juga menyoroti gejala ateisme dalam hati, yaitu kecenderungan mengabaikan kehidupan rohani dan menganggapnya tidak relevan.
Menurut Bapak Uskup, krisis iman, harapan, dan kasih menjadi tantangan besar yang harus dihadapi bersama dengan solusi teologis yang telah ditawarkan oleh Paus Fransiskus.
Uskup juga menekankan pentingnya hidup dalam persekutuan. Ia menyebut beberapa bentuk persekutuan, seperti Communio Universal (persekutuan dengan alam), Communio Personal (persaudaraan antar manusia), Communio Ecclesialis (persekutuan Gerejawi), dan Communio Matrimonialis (persekutuan dalam keluarga). Secara khusus, ia menyoroti Communio Sacerdotalis atau Communio Presbyteralis, yaitu persekutuan para imam dalam menjalankan tugas perutusan mereka.
Dalam pesannya, Uskup Atambua menegaskan bahwa harapan di tengah situasi sulit harus menjadi mercusuar yang menerangi kehidupan. Ia mengutip Paus Fransiskus bahwa hidup beriman berarti menjadikan Tuhan sebagai tujuan akhir dan tempat peristirahatan sejati. Rumah bukan sekadar bangunan (house), tetapi harus menjadi tempat yang menghadirkan kenyamanan dan kasih (home). Sejalan dengan pemikiran Santo Agustinus, ia menegaskan bahwa jiwa manusia tidak akan menemukan ketenteraman sejati hingga beristirahat dalam dekapan Allah.
Rekoleksi Kategorial Tingkat Dekenat Mena berlangsung selama dua hari. Pada hari pertama (17 Maret 2025), kegiatan ini diikuti oleh kelompok dewasa, sementara pada hari kedua, Selasa, 18 Maret 2025, rekoleksi akan diikuti oleh para pelajar SMA se-Dekenat Mena. Berdasarkan daftar registrasi, tercatat sekitar 500 peserta hadir dalam kegiatan ini.
Laporan : Tim Komsos Dekenat
Editor : Rm. Yudel Neno, Pr